Komisi III DPR RI berencana memanggil Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) usai gelar rapat dengar pendapat dengan perwakilan pekerja PT Freeport dan Ketua DPD Perpat Babel terkait kerugian negara pada kasus timah Rp271 triliun.
Dalam audiensi, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel Andi Kusuma, menyampaikan kegelisahannya terkait kasus timah yang merugikan negara. Menurutnya, penghitungan kerugian negara sebesar Rp271 triliun mengada-ada.
“Kami menilai ada kejanggalan atas perhitungkan ini karena nilai Rp271 triliun kami bilang ini adalah hitungan yang mengada-ngada karena ini, ekonomi kita jadi turun,” ujar Andi saat rapat, di kawasan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Merespon hal tersebut, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menyampaikan akan menyerap aspirasi dari Ketua DPD Babel. Dia juga mengatakan akan memanggil Jampidsus untuk dimintai klarifikasi terkait kejanggalan perhitungan tersebut.
“Kami komisi III akan selalu menyerap aspirasi dari masyarakat apa yang Pak Andi Kusuma sampaikan akan kami lanjutkan dengan rapat Jampidsus di masa sidang akan datang,” kata Habiburokhman.
Sebagai informasi, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menetapkan negara mengalami kerugian senilai Rp300 triliun akibat kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015–2022.
Hakim anggota Suparman Nyompa mengungkapkan kerugian negara yang sesuai dengan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tersebut telah terbukti dalam fakta persidangan.
“Dengan demikian unsur yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara telah terpenuhi,” ungkap Suparman dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/12/2024).
Suparman memerinci kerugian negara tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian negara atas kerja sama penyewaan alat processing (pengolahan) penglogaman timah yang tidak sesuai ketentuan.
Kemudian, terdiri atas sebanyak Rp26,65 triliun akibat pembayaran bijih timah dari tambang timah ilegal serta Rp271,07 triliun kerugian negara atas kerusakan lingkungan.
Suparman menjelaskan uang kerugian negara sebesar itu antara lain mengalir kepada beberapa terdakwa maupun korporasi yang terlibat kasus korupsi timah, yakni Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung periode 2021–2024 Amir Syahbana sebesar Rp325,99 juta.
Kemudian, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta melalui PT RBT sebesar Rp4,57 triliun, Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon melalui CV VIP senilai Rp3,66 triliun, serta Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto melalui PT SBS sejumlah Rp1,92 triliun.
Lalu, kepada Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi melalui PT SIP sebanyak Rp2,2 triliun, Pemilik Manfaat PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Hendry Lie melalui PT TIN sebesar Rp52,57 miliar, dan sebanyak 375 mitra jasa usaha pertambangan senilai Rp10,38 triliun.
Menguntungkan pula CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) sebesar Rp4,14 triliun serta Direktur Keuangan PT Timah periode 2016–2020 Emil Ermindra dan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani melalui CV Salsabila Utama sebesar Rp986,79 miliar.
Selain itu, lanjut Suparman, terdapat pula uang sebesar Rp420 miliar yang merupakan pengumpulan dana dari para smelter swasta melalui PT Quantum Skyline Exchange (QSE) yang dikelola perpanjangan tangan PT RBT Harvey Moeis dan Manajer PT QSE Helena Lim, yang penggunaannya tidak dapat diketahui karena tidak ada pencatatan, baik oleh Harvey maupun Helena.
“Dengan demikian para terdakwa yang menikmati uang tersebut dibebankan pula uang pengganti atas kerugian negara,” tutur Suparman.