Market

Agar RI Lepas dari Jebakan Negara Berpenghasilan Menengah, Adu Kuat Data Sri Mulyani dan Prof Didik


Bukan perkara mudah bagi Prabowo Subianto, presiden presiden terpilih 2024-2029 untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi 7-8 persen. Saat ini, Indonesia masih berkutat di jebakan negara berpenghasilan menengah alias middle income trap.

Seperti disampaikan ekonom senior Prof Didik J Rachbini, tim ekonomi yang dibentuk pemerintahan Prabowo, haruslah berisikan teknokrat, bukan politikus yang memble dalam menerbitkan kebijakan ekonomi brilian.

“Jika ingin berhasil (pertumbuhan ekonomi 7-8 persen), harus ada tim yang super dan tidak politiking, atau techno politician. Tapi benar-benar teknokrat. Bukan politikus memble yang tidak punya wawasan dan visi,” kata ekonom senior, Prof Didik J Rachbini, Jakarta, Senin (23/9/2024).

Dia berharap, Prabowo membentuk tim ekonomi seperti era Soeharto. Di era 1980-an, Soeharto memiliki tim ekonomi yang berisikan teknokrat mumpuni, yakni Prof Widjojo Nitisastro cs.

Baca Juga:  Eks Bos Kadin: Deindustrialisasi Prematur Biang Kerok Ekonomi Indonesia Ditinggalkan Vietnam

“Target perekonomian tinggi bahkan mustahil jika tidak ada strategi kebijakan yang optimal. Indonesia harus menjalankan kebijakan outward looking yang targetnya bersaing di pasar internasional. Tingkatkan produktivitas dan berlevel global, bukan hanya pasar lokal,” kata Prof Didik yang dikenal sebagai pendiri INDEF itu.

Saat ini, lanjutnya, sudah banyak negara berkembang yang berhasil lepas dari middle income trap. Termasuk negeri jiran Malaysia.

“Saat ini, banyak negara melakukan bahkan memperkuat proteksi perdagangan atas produk-produknya. Sehingga, Indonesia perlu melihat potensi di negara-negara lain. Misalnya, Asia Barat atau Timur Tengah, Afrika Utara, dan Afrika menjadi pasar-pasar baru yang dijadikan target,” papar Rektor Universitas Paramadina itu.

Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani malah mengusulkan pemerintah Indonesia merapat ke Bank dunia (World Bank) agar terbebas dari middle income trap. “Bagaimana kita dapat merumuskan strategi untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah,” kata Sri Mulyani, Jakarta, Senin (23/9/2024).

Baca Juga:  Bangun Kosambi Sukses Umumkan Buyback Saham Rp1 Triliun

Sri Mulyani mengakui, diskusi terkait upaya Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah, sejatinya telah sering dan sangat lama dilakukan. Pemerintahan Jokowi, kata Sri Mulyani, fokus kebijakan untuk bisa mengeluarkan Indonesia dari status middle income trap tersebut.

“Karena selama 10 tahun terakhir di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, tema keluar dari jebakan pendapatan menengah telah menjadi tema utama serta arah kebijakan pemerintah,” ucap Sri Mulyani.

Namun, selama 10 tahun terakhir pula, Indonesia belum mampu keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah, sebab Bank Dunia masih menjadikan Indonesia sebagai negara yang berstatus berpendapatan menengah atas, atau upper middle-income country.

Status itu, kata Sri Mulyani, diperoleh Indonesia setelah gross national income (GNI) per kapita mengalami kenaikan 9,8 persen, menjadi US$4.580 pada 2022. Namun, untuk bisa mencapai status negara berpendapatan tinggi atau negara maju, GNI per kapita harus di atas US$13.845. Atau 3 kali GNI pada 2022.

Baca Juga:  Prabowo Berpesan ke Tim Negosiasi Tarif Trump: Nego yang Benar

Sri Mulyani mengakui, keluar dari middle income trap bukanlah perkara mudah. Harus ada strategi yang lebih jitu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan berpendapatan tinggi di masa depan. “Saat ini merupakan momen kritis bagi Indonesia untuk bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah,” pungkas Sri Mulyani.

 

Back to top button