Hangout

WHO Desak Pajak Rokok, Alkohol dan Minuman Manis Naik 50 Persen: Demi Kesehatan atau Cuan?


WHO bikin gebrakan. Badan PBB yang ngurusin kesehatan ini mendesak semua negara untuk menaikkan harga minuman manis, alkohol, dan tembakau sebesar 50 persen dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Caranya? Lewat perpajakan. Dalihnya sih mulia: biar masalah kesehatan masyarakat kronis akibat barang-barang itu bisa teratasi.

Tapi jangan salah, ada agenda tersembunyi. WHO juga bilang, langkah ini bisa bantu mengurangi konsumsi produk pemicu penyakit macam diabetes dan beberapa jenis kanker. Plus, yang tak kalah penting, bisa mengumpulkan pundi-pundi uang di saat bantuan pembangunan global lagi seret dan utang publik negara-negara makin bengkak.

“Pajak kesehatan adalah salah satu alat paling efisien yang kami miliki. Sudah waktunya untuk bertindak,” koar Jeremy Farrar, asisten direktur jenderal promosi kesehatan dan pencegahan dan pengendalian penyakit WHO, dilansir Reuters, Sabtu (5/7/2025).

Baca Juga:  Surya Paloh dan Dahnil Anzar Hadiri Resepsi Al GhazaliAlyssa di JCC

Target Fantastis: US$1 Triliun dari Pajak Kesehatan!

Dorongan WHO ini, yang mereka sebut inisiatif ‘3 kali 35’, resmi diluncurkan di konferensi Keuangan PBB untuk Pembangunan di Seville. Targetnya? Bikin melongo! WHO optimistis, inisiatif pajaknya bisa mengumpulkan US$1 triliun pada tahun 2035. Itu duit dari pajak kesehatan di negara-negara macam Kolombia dan Afrika Selatan yang sudah jalan.

Guillermo Sandoval, Ekonom Kesehatan WHO, mencontohkan. Inisiatif ini berarti pemerintah di negara berpenghasilan menengah harus berani menaikkan pajak produk-produk tersebut. Tujuannya agar harganya melonjak dari US$4 hari ini menjadi US$10 pada tahun 2035, tentu dengan memperhitungkan inflasi.

WHO juga sesumbar, hampir 140 negara sudah sukses menaikkan pajak tembakau, sehingga harga rata-rata naik lebih dari 50 persen antara tahun 2012 dan 2022. Seolah ingin bilang: ini resep mujarab!

Baca Juga:  Assalamualaikum Beijing 2: Lost In Ningxia Segera Tayang Serentak di Jakarta

Industri Langsung ‘Nyelonong’: Pajak tak Berdampak Signifikan

Meski demikian, rencana WHO ini jelas tak mulus. Sandoval mengakui, WHO juga sedang mempertimbangkan rekomendasi perpajakan yang lebih luas, termasuk makanan olahan ultra, setelah definisinya rampung dalam beberapa bulan mendatang. Tapi, ia realistis, bakal ada penolakan sengit dari industri yang terlibat.

Dan benar saja, reaksi industri langsung ‘nyelonong’ dan tak ramah. Kate Loatman, direktur eksekutif Asosiasi Minuman Internasional, langsung menyentil.

“Sangat memprihatinkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terus mengabaikan lebih dari satu dekade bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa mengenakan pajak minuman manis tidak pernah meningkatkan hasil kesehatan atau mengurangi obesitas di negara mana pun,” kata Loatman.

Ia bahkan sesumbar industrinya sedang mencari opsi lain untuk mendukung kesehatan.

Senada, Amanda Berger, wakil presiden senior sains dan penelitian di Distilled Spirits Council, juga tak mau kalah.

Baca Juga:  Giorgino Abraham dan Yasmin Napper Ogah Gelar Resepsi Semewah Al Ghazali

“Saran Organisasi Kesehatan Dunia bahwa menaikkan pajak akan mencegah bahaya terkait alkohol adalah salah arah,” katanya, yakin pajak tak akan mencegah penyalahgunaan alkohol.

Bahkan, Rocco Renaldi, Sekretaris Jenderal Aliansi Makanan dan Minuman Internasional, juga ikut berkomentar. Ia menyambut baik dorongan WHO untuk memperkuat sistem kesehatan, tapi ‘memperingatkan agar tidak mengelompokkan minuman manis di samping barang-barang berbahaya yang secara inheren seperti tembakau’.

Inisiatif pajak ini memang dapat dukungan dari raksasa filantropi macam Bloomberg Philanthropies, serta lembaga-lembaga keuangan global seperti Bank Dunia dan OECD. Tapi, di sisi lain, ini jelas jadi perang baru antara kesehatan publik dan kepentingan industri.

Akankah pemerintah negara-negara berani melawan raksasa industri demi kesehatan rakyat, ataukah justru tergiur ‘cuan’ dari pajak?

Back to top button