PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang sedang dibidik Kementerian ESDM untuk menjual saham ke pemerintah. Kementerian BUMN akan menugaskan holding industri pertambangan, MIND ID sebesar 11% saham INCO. Nantinya menjadi mayoritas pemegang saham emiten tambang asal Kanada itu. Seperti apa profil PT Vale Indonesia?
MIND ID saat ini memiliki 20% saham INCO. Jika proses pembelian saham itu disetujui, maka MIND ID akan memiliki 31% saham INCO. Kewajiban divestasi adalah sebesar 51%. Pengalihan saham INCO ke MIND ID sebanyak 11% sebagai syarat pengalihan status kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus atau IUPK.
MIND ID saat ini memiliki 20% saham INCO. Jika proses pembelian saham itu disetujui, maka MIND ID akan memiliki 31% saham INCO. Kewajiban divestasi adalah sebesar 51%. Pengalihan saham INCO ke MIND ID sebanyak 11% sebagai syarat pengalihan status kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus atau IUPK.
Perjalanan Divestasi PT Vale
Pada awalnya, Perseroan ini telah menjual sahamnya ke pemerintah pada tahun 1988, saat masih bernama PT INCO sebanyak 20%.
Proses divestasi lanjutan dilakukan pada tahun 2020, saat melakukan divestasi saham kedua sebesar 20%, untuk memenuhi kewajiban dalam amandemen Kontrak Karya.
Pada awalnya, Perseroan ini telah menjual sahamnya ke pemerintah pada tahun 1988, saat masih bernama PT INCO sebanyak 20%. Proses divestasi lanjutan dilakukan pada tahun 2020, saat melakukan divestasi saham kedua sebesar 20%, untuk memenuhi kewajiban dalam amandemen Kontrak Karya).
Dari data BEI, saat ini pemegang saham asing PT Vale, yaitu Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. (SMM) telah menyelesaikan penjualan tambahan total 20% (pro rata) saham di PT Vale kepada PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (MIND ID).
Namun demikian, mayoritas saham PT Vale Indonesia hingga kini masih dimiliki asing, yakni Vale Canada Limited (VCL) 44,3%, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd (SMM) 15%. Adapun saham murni Indonesia “hanya” 20% yakni dimiliki Holding BUMN Tambang MIND ID, sementara 20,7% merupakan saham publik terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga belum tentu murni dimiliki Indonesia.
Sejarah PT Vale Indonesia
PT Vale Indonesia Tbk (INCO), dahulu International Nickel Indonesia Tbk yang didirikan tanggal 25 Juli 1968 dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1978. Pabrik INCO berlokasi di Sorowako, Sulawesi Selatan.
Perseroan ini pertama melakukan ekplorasi di wilayah Sulawesi bagian timur pada tahun 1920-an. Kegiatan eksplorasi, kajian dan pengembangan tersebut terus dilanjutkan pada periode kemerdekaan dan selama masa kepemimpinan Presiden Soekarno.
Pada tahun tersebut PT Vale dan Pemerintah Indonesia menandatangani Kontrak Karya (KK) yang merupakan lisensi dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan eksplorasi, penambangan dan pengolahan bijih nikel.
Sejak saat itu PT Vale memulai pembangunan smelter Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.Melalui Perjanjian Perubahan dan Perpanjangan yang ditandatangani pada bulan Januari 1996, KK tersebut telah diubah dan diperpanjang masa berlakunya hingga 28 Desember 2025.
Pada bulan Oktober 2014, PT Vale dan Pemerintah Indonesia mencapai kesepakatan setelah renegosiasi KK dan berubahnya beberapa ketentuan di dalamnya termasuk pelepasan areal KK menjadi seluas hampir 118.435 hektar.
Ini berarti luasan areal KK telah berkurang hingga hanya 1,8% dari luasan awal yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia pada saat penandatanganan KK tahun 1968 seluas 6,6 juta hektar di bagian timur dan tenggara Sulawesi akibat serangkaian pelepasan areal KK
Kegiatan PT Vale Indonesia berada di lahan yang terbagi dalam tiga lokasi, yaitu 70.66 hektar di Sulawesi Selatan, 22.699 hektar di Sulawesi Tengah dan 24.752 hektare di Sulawesi Tenggara. Kegiatan utama penambangan dan pengolahan bijih nikel berpusat di Sorowako, Sulawesi Selatan.
Pada Oktober 2014, Pemerintah dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menandatangani amendemen kontrak karya. Isi amandemen tersebut pertama, pengurangan wilayah kontrak karya menjadi 118.435 hektar, lebih kecil dibandingkan sebelumnya seluas 190.510 hektar.
Pada akhir kontrak karya 28 Desember 2025, Vale dapat mempertahankan 25 ribu hektar zona bijih yang akan diusulkan Vale untuk dieksplorasi. Selain zona bijih tersebut, Vale tetap dapat mempertahankan lahan yang diperlukan untuk kegiatan operasional dan keperluan lainnya.
Kedua, kenaikan royalti yang semula 0,9 persen dari penjualan menjadi 2 persen. Besaran itu bisa meningkat menjadi 3 persen ketika harga nikel sedang naik, sesuai dengan struktur royalti yang ditur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketiga, Vale berkewajiban mendivestasikan 20 persen sahamnya. Hal ini sejalan dengan ketentuan pemerintah bagi perusahaan pertambangan dan pengolahan terintegrasi, yang harus melepaskan sahamnya sebesar 40 persen. Divestasi ini akan dilakukan dalam waktu lima tahun.
Keempat, Vale dapat mengajukan permohonan kelanjutan operasi setelah kontrak karya berakhir sebanyak dua kali 10 tahun dalam bentuk izin operasi. Persetujuan pemerintah ini mempertimbangkan pemenuhan kewajiban Vale yang tercantum dalam amendemen kontrak. Terakhir, Vale memiliki komitmen investasi sebesar US$ 4 miliar di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Kontrak Karya (KK) perusahaan tambang nikel asal Kanada di Indonesia, PT Vale Indonesia Tbk (INCO), akan berakhir pada 2025 mendatang, tepatnya 28 Desember 2025.
Kontrak Karya Vale ini sudah mengalami perpanjangan satu kali pada Januari 1996. Adapun kontrak pertama Vale dimulai sejak 1968 lalu. Artinya, sudah lebih dari 50 tahun Vale menambang nikel di Indonesia.
Jumlah tenaga kerja di PT Vale Indonesia (PTVI) Tbk, tercatat sebanyak 3010 orang. Sebanyak 2570 orang disebut orang lokal.
Namun meski sudah beroperasi selama 54 tahun di Luwu Timur ini sambungnya, dinilai belum memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun daerah. Sebab, daya serap tenaga kerja lokal masih sangat minim.
Lahan ini terbagi dalam tiga lokasi, yaitu 70.66 hektar di Sulawesi Selatan, 22.699 hektar di Sulawesi Tengah dan 24.752 hektare di Sulawesi Tenggara. Kegiatan utama penambangan dan pengolahan bijih nikel berpusat di Sorowako, Sulawesi Selatan.
PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) menyatakan perusahaan telah menyetorkan dana ke negara sebesar Rp 7,8 triliun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Dari total pendapatan 3 tahun terakhir, setidaknya 85%-95% didistribusikan pada pemangku kepentingan.
Untuk pajak yang dibayarkan perseroan, meliputi PPh, PNBP dan pajak daerah. Pembayaran PPh perusahaan pada 2021, misalnya, mencapai US$ 85.900, pembayaran PPN sebesar US$ 1.242, pembayaran PBB sebesar US$ 2.405, pembayaran pajak lain US$ 37.545, pembayaran pajak daerah (belum termasuk pajak hotel dan restoran sebesar US$ 15.874, sehingga total pajak yang dibayarkan perusahaan pada tahun 2021 mencapai US$ 200.030.
Bagaimana Kinerja Keuangannya?
Tahun 2022, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencetak laba bersih USD200,3 juta pada 2022, kira-kira setara dengan Rp3,02 triliun dengan asumsi kurs Rp15.056 per USD. Untuk laba perseroan tumbuh 19,8% (year-on-year/yoy) sekaligus menjadi rekor tertinggi baru dari US$167,2 juta di tahun 2021.
Pada Februari 2023 INCO baru saja meresmikan pembangunan proyek pertambangan dan pengolahan (smelter) nikel rendah karbon terintegrasi di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, bersama PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia (PT BNSI).
Proyek smelter Morowali yang digarap INCO telah dinyatakan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk mendukung program hilirisasi sumber daya alam, khususnya nikel.
Smelter tersebut akan dibangun menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang didukung sumber listrik dari gas alam, dan diproyeksikan bakal menjadi pabrik pengolahan nikel yang hemat energi serta ramah lingkungan.
PT Vale dan mitra mengalokasikan total biaya investasi hingga Rp37,5 triliun dengan kapasitas produksi 73 ribu ton per tahun. Kehadiran proyek Morowali ini adalah representasi komitmen kami menjadi produsen nikel yang andal dan berkelanjutan bagi Indonesia dengan jejak karbon terendah