Usut Dugaan Korupsi Chromebook Jangan Pandang Bulu, DPR Desak Nadiem Diperiksa

Anggota Komisi III DPR RI Hasbiallah Ilyas meminta aparat penegak hukum tak pandang bulu dalam mengusut dugaan korupsi pengadaan Chromebook.
Ia meminta, agar eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nadiem Makarim yang menjabat kala proyek itu diselenggarakan, segera diperiksa.
“Ya harus (diperiksa), siapapun. Tidak boleh pandang bulu. Mau siapapun, negara, apalagi negara hari ini sedang defisit anggaran. Ini kita harus ambil, siapapun dia,” tegas Hasbiallah saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (7/6/2025).
Dorongan juga datang dari pengamat hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugroho.
“Ya kami mendorong Kejagung untuk membuka siapa yang paling bertanggung jawab dalam kasus pengadaan ini termasuk aliran ke mana saja,” kata Prof Hibnu saat dikonfirmasi Inilah.com, Sabtu (7/6/2025).
Hibnu menegaskan, memeriksa staf khusus di era Nadiem saja tidak cukup. Mengingat, Nadiem merupakan penanggung jawab inti atas kasus itu.
“Kalau stafsus sepertinya hanya sebaga operator dari kebiijakan saja. (Nadiem) beliau kan penanggung jawab anggaran,” ujarnya menambahkan.
Demikian juga Koordinator Bidang Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Ghaliya Putri Sjafrina. Dia mengkritisi Kejagung terlalu fokus pada pengusutan keterlibatan mantan staf khusus Mendikbudristek, yakni Jurist Tan, Fiona Handayani, dan Ibrahim Arief, yang diduga mengarahkan kajian teknis ke penggunaan laptop dengan sistem operasi Chrome OS atau Chromebook.
Ia mendesak Kejagung untuk mengusut dan memeriksa Nadiem yang diduga memberikan perintah kepada anaknya agar proyek tersebut tetap terlaksana, meski sarat masalah.
“Sehingga, peran stafsus dalam pengadaan ini perlu diusut telusuri siapa pemberi perintah/pesan dan bagaimana stafsus melakukan perannya tersebut. Oleh karena itu, pihak lain dari pelaku pengadaan yang perlu diperiksa oleh penyidik Kejagung di antaranya yaitu PPK, kuasa pengguna anggaran, dan Nadiem Makarim selaku menteri atau pengguna anggaran,” sambungnya.
Almas menilai Nadiem saat itu terlalu memaksakan proyek laptop Chromebook tetap berjalan. Ia menyebut dasar penentuan spesifikasi laptop dengan sistem operasi Chromebook tidak sesuai dengan kondisi Indonesia, terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang menjadi salah satu target distribusi.
“Nadiem Makarim selaku menteri atau pengguna anggaran. Program pengadaan laptop patut dilihat sebagai program unggulan Kemendikbudristek pada saat itu. Hal itu dilihat dari besarnya anggaran hingga tetap dipaksakannya pengadaan ini meski pada saat itu masih terjadi Covid-19 dan pengadaan laptop mendapat sorotan dan kritik dari publik,” tuturnya.