Tiba-tiba Miskin dan Terjerat Pinjol, Ombudsman Ingatkan Pemerintah Lindungi Mereka


Banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) tentunya berdampak kepada melonjaknya jumlah kemiskinan. Karena jatuh miskin, mereka berpotensi menjadi ‘santapan empuk’  pinjaman online (pinjol) yang bunganya di atas bank.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan, perlindungan hukum bagi korban pinjol di Indonesia, masih sangat rendah. Padahal, perlindungan untuk penikmat pinjol itu, mendesak untuk disegerakan. 

Dia bilang, negara harusnya hadir dalam melindungi warganya dari kejahatan ekonomi digital yang semakin kompleks dan marak dalam beberapa tahun terakhir ini.

“Perlindungan hukum bagi korban pinjol harus menjadi prioritas dalam memperbaiki tata kelola layanan publik, terutama di sektor jasa keuangan,” kata Yeka, Jakarta, dikutip Minggu (11/5/2025).

Hasil pemeriksaan Ombudsman, kata dia, menunjukkan, mayoritas penyedia pinjol belum dapat memeriksa apakah calon nasabah sudah terdaftar di layanan pinjol lain, atau pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) lain. “Ini membuka ruang praktik gali lubang tutup lubang hutang yang membuat korban makin terpuruk,” ujarnya.

Ia pun menyoroti lemahnya penerapan prinsip Know Your Customer (KYC), karena perusahaan pinjol tidak menganalisis dan memvalidasi kemampuan bayar calon nasabah berdasarkan data yang valid. “Apalagi saat ini bermunculan penyalahgunaan data pribadi dan intimidasi dari debt collector. Ini semua harus dihentikan,” imbuhnya.

Dia juga menyerukan penindakan tegas terhadap pinjol ilegal yang menerapkan bunga dan denda yang tidak sesuai aturan. Masih banyak ditemui pinjol dengan besaran bunga/denda yang tidak masuk akal, tidak transparan dalam pembukaan perjanjian pendanaan, serta menyebarkan data pribadi nasabah secara ilegal.

“Banyak dari korban pinjol bingung harus mengadu ke mana. Perlindungan hukum yang jelas akan memberi jalur pelaporan, pendampingan, dan harapan pemulihan hak,” kata Yeka.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, outstanding pembiayaan peer to peer (P2P) Lending alias pinjol pada Maret 2025, mencapai Rp80,02 triliun. Atau meningkat 28,72 persen ketimbang bulan sebelumnya.

“Tumbuh 28,72 persen secara tahunan dengan nominal Rp80,02 triliun. Di Februari 2025 tumbuh 31,06 persen secara tahunan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, Jakarta, Jumat (9/5/2025).

Meski jumlahnya meningkat, Agusman menyebut, tingkat kredit macet pinjol (TWP90) masih terjaga stabil dan turun tipis dibandingkan bulan sebelumnya. “TWP 90 berada di posisi 2,77 persen. Sedangkan untuk Februari tercatat 2,78 persen,” imbuhnya.

Sampai Maret 2025, tercatat 12 dari 97 penyelenggara P2P lending dilaporkan belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum yang telah ditetapkan sebesar Rp7,5 miliar. “Sebanyak 2 dari 12 penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi modal minimum tersebut kini dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor,” jelas Agusman.
 

Exit mobile version