Terbukti Beri Suap, Ibunda Ronald Tannur Divonis 3 Tahun Penjara dan Denda Rp500 Juta

Ibunda dari Gregorius Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, dijatuhi hukuman tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ketua Majelis Hakim, Rosihan Juhriah Rangkuti menyatakan, Meirizka terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dalam rangka mengkondisikan putusan bebas untuk Ronald Tannur.
“Menjatuhkan pidana selama 3 tahun,” kata Hakim Rosihan saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).
Selain pidana penjara, Meirizka juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp500 juta. Apabila denda tidak dibayar, akan digantikan dengan pidana kurungan selama enam bulan.
“Denda 500 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” ucap Hakim Rosihan.
Vonis terhadap Meirizka lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung. Sebelumnya, JPU menuntut Meirizka dengan pidana empat tahun penjara dan denda Rp720 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam surat dakwaan disebutkan bahwa kasus ini bermula ketika Meirizka menghubungi pengacara Lisa Rachmat untuk menjadi kuasa hukum Ronald Tannur, yang saat itu sedang menghadapi perkara penganiayaan hingga menyebabkan kematian Dini Sera Afriyanti. Lisa menerima permintaan tersebut karena memiliki hubungan pribadi dengan Meirizka—anak mereka pernah bersekolah di tempat yang sama.
Lisa kemudian melakukan berbagai upaya lobi untuk mengurus perkara Ronald. Dalam proses tersebut, ia dibantu oleh mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, yang berperan sebagai penghubung dengan pihak internal di PN Surabaya.
Lisa diduga memberikan atau menjanjikan suap kepada majelis hakim yang menangani perkara Ronald, berupa uang tunai senilai Rp1 miliar dan SGD 308 ribu (sekitar Rp3,6 miliar). Akibat suap tersebut, majelis hakim PN Surabaya memutuskan membebaskan Ronald Tannur.
Majelis hakim yang dimaksud terdiri dari Erintuah Damanik (ketua), serta dua hakim anggota, Mangapul dan Heru Hanindyo. Ketiganya telah divonis bersalah karena menerima suap. Erintuah dan Mangapul masing-masing dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara, sementara Heru Hanindyo dijatuhi hukuman 10 tahun penjara. Mereka juga dijatuhi denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Tak hanya pada tingkat pertama, Zarof juga didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa perbantuan pemberian suap sebesar Rp5 miliar guna memengaruhi putusan kasasi agar memperkuat vonis bebas PN Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby tertanggal 24 Juli 2024.
Namun, Mahkamah Agung kemudian membatalkan putusan bebas tersebut dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Ronald Tannur, yang kini sedang menjalani masa hukumannya.
Selain itu, Zarof juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan 51 kilogram emas dari sejumlah pihak yang sedang berperkara di pengadilan. Barang bukti tersebut ditemukan oleh tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung saat menggeledah rumah Zarof.