Tentara Israel menghadapi risiko semakin meningkat untuk ditangkap di luar negeri atas tuduhan kejahatan perang yang dilakukan di Gaza. Sekitar 50 pengaduan pidana diajukan sejauh ini di pengadilan di seluruh dunia.
Seminggu yang lalu, seorang mantan tentara Israel dengan tergesa-gesa mengakhiri liburannya di Brasil setelah Pengadilan Federal negara itu memerintahkan polisi untuk membuka penyelidikan kejahatan perang terhadapnya. Pria itu kemudian melarikan diri ke Argentina.
Sebuah pengaduan diajukan Yayasan Hind Rajab (HRF), berpusat di Belgia menyertakan lebih dari 500 halaman catatan pengadilan yang menghubungkan tersangka dengan pembongkaran rumah warga sipil di Gaza.
Kelompok tersebut menyebut keputusan pengadilan Brasil itu “bersejarah”, dan mengatakan bahwa keputusan itu menandai preseden signifikan bagi anggota Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menegakkan ketentuan Statuta Roma di dalam negeri dalam perang Israel selama 15 bulan di Gaza.
Insiden itu memicu kegemparan politik di Israel. Kementerian Luar Negeri dilaporkan membantu mantan pejuang itu meninggalkan Brasil dan mengutuk elemen anti-Israel yang mendorong penangkapannya. Kementerian itu juga memperingatkan warga negaranya agar tidak mengunggah rincian dinas militer mereka di media sosial.
Sepanjang perang, tentara Israel telah berbagi video dari Gaza yang menunjukkan mereka menggeledah rumah, menghancurkan bangunan tempat tinggal, meneriakkan slogan-slogan rasis, dan secara terbuka membanggakan tindakannya. Padahal yang mereka lakukan merupakan kejahatan perang.
“Tentara Israel sangat rentan terhadap tuntutan hukum ini jika mereka bepergian ke luar negeri,” kata Kenneth Roth, mantan direktur eksekutif Human Rights Watch (HRW), kepada The New Arab (TNA). Setiap pengadilan nasional yang berwenang di mana pun di dunia dapat menuntut mereka atas kejahatan terhadap hukum internasional, seperti kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida.
Mantan direktur HRW, yang sekarang menjadi profesor tamu di Sekolah Urusan Publik dan Internasional Princeton, mengamati bahwa ‘pencarian keadilan’ dapat berdampak luas dan melibatkan pemerintah nasional mana pun, bukan hanya ICC.
Mengomentari peringatan kepada tentara atas unggahan mereka di media sosial, Roth menggarisbawahi bagaimana pemerintah Israel tidak meminta untuk berhenti melakukan kejahatan, tetapi hanya meminta mereka untuk tidak mengunggah konten perilaku mereka. “Mereka hanya berusaha menutupinya,” katanya.
Adukan 1.000 Tentara ke ICC
Kasus kejahatan perang yang menjadi tonggak sejarah di Brasil merupakan kasus terbaru dalam serangkaian tuntutan hukum dari Hind Rajab Foundation (HRF). Lembaga ini telah mengidentifikasi tentara Israel yang diduga telah melakukan kekejaman saat bertugas di Gaza. Kasus tersebut memunculkan kemungkinan bahwa pasukan reguler Israel juga dapat menghadapi tindakan hukum saat berlibur di luar negeri.
Sejauh ini, organisasi tersebut telah melacak dan mengirim nama 1.000 tentara Israel ke ICC, dan mengajukan kasus hukum di sejumlah negara, termasuk Thailand, Sri Lanka, Belanda, Siprus, Inggris, Belgia, Prancis, dan Brasil.
Pada akhir Desember, Yayasan Hind Rajab mengajukan gugatan hukum terhadap tentara Israel Gal Ferenbook, yang sedang berkunjung ke Sri Lanka. Gugatan tersebut diajukan kepada otoritas negara, ICC, dan Interpol, menuntut penangkapannya atas pembunuhan warga sipil Palestina di Gaza.
Menurut kelompok tersebut, Ferenbook mengunggah sebuah video di akun Instagram miliknya yang memperlihatkan mayat seorang Palestina sebagai piala perang. Dalam video tersebut, ia juga tertawa bangga saat seorang tentara lain memanggilnya “Terminator”. Gugatan hukum tersebut mendorong evakuasi langsung tentara tersebut oleh otoritas Israel.
Pada bulan yang sama, HRF meminta otoritas Prancis untuk memulai proses hukum terhadap Roi Hakimi, seorang militer Israel yang sedang mengunjungi Prancis, atas tuduhan melakukan tindakan penyiksaan dan penghilangan paksa di Gaza.
Bukti tersebut terdiri dari unggahan media sosialnya sendiri yang menampilkan foto dan video dirinya yang mendokumentasikan pemandangan kehancuran di Gaza, tahanan dalam kondisi yang menyedihkan, dan dugaan pelanggaran hukum internasional lainnya. Salah satu gambar yang sangat memberatkan memperlihatkan tahanan Palestina, diikat dan ditelanjangi hingga pakaian dalam, berdiri dalam suhu beku di malam hari di tengah reruntuhan Gaza.
Ciptakan Kepanikan bagi Militer Israel
Pada Desember, organisasi advokasi tersebut mendesak Belgia untuk menolak akreditasi kepada Kolonel Moshe Tetro, atase militer Israel baru di Brussels yang memimpin unit untuk mengoordinasikan bantuan ke Gaza, karena keterlibatannya dalam kejahatan serius.
Dalam tuntutan hukum resmi yang diajukan ke ICC, HRF juga menuntut tindakan segera terhadap kolonel tersebut karena diduga menerapkan kebijakan kelaparan terhadap penduduk Gaza dengan membatasi pasokan makanan, air, dan medis. Utusan militer baru tersebut juga dituduh mengarahkan serangan ke rumah sakit.
“Yang unik adalah gagasan untuk mengejar tentara berpangkat rendah yang mengira mereka dapat bertindak tanpa hukuman di Gaza,” kata Neve Gordon, profesor hukum internasional dan hak asasi manusia di Universitas Queen Mary London, kepada TNA. Ia mengatakan tujuannya adalah untuk menciptakan kepanikan dengan menunjukkan bahwa bahkan pasukan reguler dapat menghadapi konsekuensi atas tindakan mereka.
Sejauh ini, tidak ada satu pun upaya di luar negeri untuk mengajukan tuntutan terhadap warga Israel yang bertugas dalam perang yang berujung pada penangkapan atau pengadilan. Namun, gugatan hukum ini menyoroti meningkatnya desakan untuk akuntabilitas atas dugaan kejahatan perang Israel di Gaza.
“Ini adalah langkah sangat signifikan yang menunjukkan adanya keadilan dalam pengejaran keadilan itu sendiri,” kata Mark Kersten, asisten profesor hukum pidana di Universitas Fraser Valley, kepada TNA.
Ia menunjukkan bahwa meskipun tuntutan hukum ini tidak mengarah pada akuntabilitas, para terdakwa tidak dapat bertindak bebas. Liburan terganggu, dan dunia menyempit karena mereka dikenali dan dilacak, dan berbagai upaya dilakukan untuk meminta pertanggungjawabannya.
Lebih jauh lagi, tanggapan Israel mencerminkan kekhawatiran yang signifikan bahwa tentara reguler, tidak hanya perwira tinggi dan politisi, dapat dituntut atas tindakan mereka.
Pada bulan November, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Sementara Mahkamah Internasional (ICJ) sedang melakukan penyelidikan terpisah terhadap tuduhan genosida.
Ada beberapa laporan tentang tentara Israel yang mendesak personelnya untuk meninggalkan berbagai negara karena takut ditangkap. Bulan lalu, tentara Israel memperingatkan puluhan tentara agar tidak bepergian ke luar negeri karena tuduhan kejahatan perang yang diajukan terhadap mereka.
Pemerintah Israel tengah bersiap untuk membantu para prajurit cadangan dan tentara internasional jika terjadi penangkapan dan tindakan hukum atas dugaan kejahatan perang di Gaza. Para pejabat dilaporkan tengah berkoordinasi dengan firma hukum lokal di luar negeri untuk memberikan dukungan hukum segera.
Di tengah meningkatnya tekanan pada negara-negara untuk menahan warga Israel yang dicurigai melakukan kejahatan perang, sebuah badan gabungan dibentuk termasuk penuntutan militer, kementerian luar negeri, Dewan Keamanan Nasional, dan badan intelijen Shin Bet, untuk menganalisis risiko perjalanan bagi para pejuang di berbagai negara. Media Israel bahkan menerbitkan panduan bagi tentara yang sedang berlibur tentang cara menghindari penangkapan di luar negeri dan apa yang harus diperiksa sebelum bepergian.
Gordon mencatat bahwa dampak dari proses hukum tersebut telah “menciptakan ancaman”, merujuk pada respons panik dari pemerintah Benjamin Netanyahu, yang dengan cepat mengambil langkah-langkah untuk melindungi staf militer tugas aktifnya di luar negeri.
“Saya pikir tentara yang bertugas di luar negeri sekarang akan berpikir dua kali tentang apa yang mereka posting dari Gaza,” kata ilmuwan politik tersebut, menekankan bahwa konten yang dibagikan tentara Israel di platform media sosial dengan jelas menunjukkan tidak hanya kehancuran tetapi juga “kegembiraan” yang menyertainya.
Gordon yakin ada risiko serius penangkapan atau tindakan hukum bagi tentara Israel yang terlibat dalam kejahatan perang, namun, ia menjelaskan bahwa prospek tersebut bergantung pada “keinginan” negara yang mereka kunjungi, sistem hukumnya, dan “tekanan” yang akan diberikan Israel kepada negara itu agar tidak mengeluarkan surat perintah penangkapan.