Tentara Israel Menolak Berperang di Gaza, Memilih Dihukum Pengadilan

Pengadilan militer di Israel menjatuhkan hukuman penjara kepada tiga tentara karena menolak kembali tugas tempur di Gaza. Ketiga tentara tersebut, semuanya dari Korps Lapis Baja, termasuk satu orang dari kota dekat Jalur Gaza.
Menurut lembaga penyiaran publik Israel KAN, pengadilan tidak menyebutkan lamanya hukuman terhadap mereka. Biasanya pengadilan militer menjatuhkan hukuman beberapa minggu untuk penolakan tersebut.
Seorang juru bicara militer mengatakan kepada KAN bahwa dua prajurit dari Brigade Nahal telah menjalani hukuman penjara 20 hari karena menolak melapor tugas, meskipun waktunya tidak disebutkan.
Awal tahun ini, militer Israel memperingatkan adanya penurunan tajam dalam jumlah prajurit cadangan yang melapor untuk bertugas, sehingga memicu kekhawatiran tentang moral dan komitmen.
Komandan brigade dan batalion melaporkan semakin banyaknya prajurit cadangan yang menolak bertugas menyusul dimulainya kembali permusuhan pada pertengahan Maret setelah jeda selama dua bulan. Ini termasuk individu yang memegang peran tempur dan intelijen utama.
Angkatan Darat telah mencatat penurunan yang signifikan dalam motivasi cadangan, dengan banyak prajurit dan komandan kelelahan setelah bertugas ratusan hari selama setahun terakhir.
Hukum Israel memberlakukan wajib militer bagi semua warga negara Yahudi yang berusia di atas 18 tahun, begitu pula pria Druze dan Sirkasia. Warga Palestina Israel lainnya dikecualikan.
Pada bulan Mei, media melaporkan bahwa 11 tentara terancam hukuman penjara karena menolak penempatan di Gaza, dengan alasan kelelahan ekstrem. Agustus lalu, sekitar 20 tentara brigade infanteri meminta pengecualian dari tugas tempur karena trauma psikologis dan fisik.
Kekecewaan publik juga meningkat atas kegagalan pemerintah dalam mengamankan pembebasan tawanan Israel yang ditahan di Gaza, dengan banyak yang menyalahkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena memprioritaskan kepentingannya sendiri. Israel memperkirakan 58 tawanan masih berada di Gaza, termasuk 24 orang yang dipastikan hidup.
Upaya untuk menengahi gencatan senjata antara Israel dan Hamas sejauh ini gagal, karena Israel mengintensifkan kampanye militernya. Perang tersebut telah menewaskan lebih dari 54.000 warga Palestina, sebagian besar warga sipil, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dengan ribuan lainnya diyakini terjebak di bawah reruntuhan.
Sebagian besar wilayah Gaza masih hancur, dan pengiriman bantuan yang terbatas gagal memenuhi kebutuhan mendesak. Dalam beberapa hari terakhir, puluhan orang tewas saat mencoba mengakses bantuan kemanusiaan.