Temuan Kejagung di Korupsi Laptop Kemendikbudristek: Diarahkan Pilih Chromebook di Proyek Rp9,98 T

Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung mengusut dugaan kasus korupsi baru terkait pengadaan digitalisasi pendidikan berupa laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada periode 2019–2022, atau saat era Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri. Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menjelaskan bahwa praktik korupsi diduga bermula dari usulan internal Kemendikbudristek kepada tim teknis untuk menyusun kajian pengadaan perangkat, dengan arah tertentu pada merek Chromebook. Padahal, tim teknis awalnya merekomendasikan penggunaan laptop dengan sistem operasi Windows karena dinilai lebih fleksibel.
“Tim Teknis Perencanaan Pembuatan Kajian Pengadaan Peralatan TIK dalam Kajian Pertama (Buku Putih) merekomendasikan untuk menggunakan spesifikasi dengan Operating System (OS) Windows. Namun Kemendikbudristek saat itu mengganti Kajian Pertama tersebut dengan kajian baru dengan menggunakan spesifikasi Operating System Chrome/Chromebook,” kata Harli melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (26/5/2025).
Menurut Harli, terdapat permufakatan jahat antara pihak Kemendikbudristek dan tim penyusun kajian teknis, yang mengarahkan spesifikasi laptop pada sistem operasi Chromebook dalam proyek pengadaan barang dan jasa.
“Ditemukan adanya tindakan persekongkolan atau permufakatan jahat dengan cara mengarahkan kepada Tim Teknis yang baru agar dalam membuat Kajian Teknis Pengadaan Peralatan TIK diunggulkan untuk menggunakan laptop dengan Operating System Chromebook dalam proses pengadaan barang/jasa,” ujarnya.
Harli mengungkapkan, berdasarkan temuan awal, pada 2018–2019 Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom) telah melakukan uji coba pengadaan 1.000 unit Chromebook. Namun hasilnya menunjukkan bahwa perangkat tersebut hanya optimal jika tersedia jaringan internet yang stabil, sementara kondisi internet di Indonesia belum merata.
“Bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam rangka pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) serta kegiatan belajar mengajar,” tegas Harli.
Total anggaran program pengadaan TIK pada 2020–2022 mencapai Rp9,98 triliun, yang terdiri dari Rp3,58 triliun berasal dari anggaran Kemendikbudristek dan Rp6,39 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Sehingga jumlah keseluruhan adalah sebesar Rp9.982.485.541.000,” ungkap Harli.