Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wajib periksa seluruh hakim agung yang diduga menikmati duit suap Sugar Group Company (SGC), mengalir lewat eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, menyebut, mudah sekali menelusurinya. Periksa seluruh hakim agung yang menangani perkara Sugar Group lewat Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) MA.
Selain itu, kata Petrus, telusuri aliran dana suap perkara Sugar Group sebesar yang mengalir dari Zarof. Di mana, tim penyidik Jampidsus Kejagung yang menggeledah rumah Zarof menemukan duit cash senilai Rp920 miliar dan 51 kilogram emas.
“Nama-nama hakim yang diduga terlibat tentu saja bisa dilihat dari keputusan-putusan perkara terkait uang yang diduga akan diberikan melalui peran Zarof Ricar, dan itu tidak sulit penutupannya karena uangnya sudah disita dan Zarof Ricar adalah saksi sekaligus pelaku,” kata Petrus kepada Inilah.com, Minggu (25/5/2025).
Berdasarkan penelusuran di laman SIPP, majelis hakim yang menangani kasasi No 1697 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, adalah sebagai berikut. Soltoni Mohammadi, Nurul Elmiyah, dan Zahrul Rabain.
Sedangkan majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) ke-I dengan No 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019, terdiri dari: Sunarto, Maria Anna Samayati, dan Ibrahim.
Sementara majelis hakim untuk PK Ke-II No. 887 PK/Pdt/2022 tertanggal 19 Oktober 2023, terdiri dari: Syamsul Maarif, Panji Widagdo, Nani Indarwati, Yodi Martono Wahyunadi, dan Lucas Prakoso.
masih kata Petrus, seluruh hakim agung yang menangani proses peradilan perkara Sugar Group, harus diperiksa KPK. Bila memang ditemukan dua alat bukti yang kuat, langsung tetapkan sebagai tersangka. “Semua nama hakim di atas berpotensi dipanggil untuk diperiksa dan ditentukan statusnya, apakah saksi atau tersangka,” katanya.
Indikasi permainan dalam memecahkan perkara perdata antara Sugar Group Company (SGC) dengan Marubeni Corporation (MC) juga sempat diungkap Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie.
Ia mencium adanya kejahatan jahat dalam penanganan PK No. 1362 PK/PDT/2024. Keyakinan Jerry semakin kuat manakala penyidik Jampidsus Kejagung menemukan duit suap dalam jumlah besar serta emas di rumah Zarof Ricar, eks Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA, pada 24 Oktober 2024.
Selain duit senilai Rp920 miliar dan emas, ditemukan pula catatan tertulis “pelunasan perkara Sugar Group Rp200 miliar”. Jerry menduga uang itu diberikan sebagai suap kepada hakim yang menangani kasus Marubeni.
Ia meyakini, uang Rp200 miliar itu merupakan pelunasan atas putusan kasasi No. 1697 K/Pdt/2015, PK Ke-I No. 818 PK/Pdt/2018, dan PK Ke-II No. 887 PK/Pdt/2022, yang dianggap merupakan kasus dengan indikasi nebis in idem.
Sementara itu, Zarof Ricar, mantan pejabat MA yang diduga menjadi makelar kasus, mengakui pernah menerima Rp50 miliar dari pengurusan perkara perdata kasus gula Marubeni.
Saat menjadi Saksi mahkota dalam kasus dugaan pemufakatan jahat dan gratifikasi, Zarof menyebut uang tersebut diterimanya untuk memenangkan Sugar Group Company dalam kasus tersebut.
Zarof mengaku menyimpan uang itu di brankas, sebagaimana tercantum dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibacakan oleh jaksa.
“Ada beberapa kasus yang Saksi jelaskan, ada saksi yang menerima uang kemudian uang tersebut disimpan di brankas. Maksud kami, apakah seluruh uang yang saudara peroleh tadi memang murni masih tersimpan di dalam brankas?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/5/2025).
“Uang-uang dari penanganan perkara?” lanjut jaksa.
“Ya,” jawab Zarof.
Jaksa pun mendalami keuntungan yang diperoleh Zarof selain dari pengacara Ronald dan Lisa Rachmat. Zarof mengakui pernah menerima uang dari pengurusan perkara perdata kasus gula.
“Cuman yang paling besar itu yang, ada apa namanya, perkara yang kemarin disebut itu, Marubeni atau apa itu,” ujar Zarof.
“Perkara apa ini?” tanya jaksa.
“Itu gula kalau tidak salah,” jawab Zarof.
Zarof menyebut menerima sekitar Rp50 miliar dari pihak Sugar Group untuk memenangkan perkara tersebut.
“Berapa memang jumlah yang disebut?” tanya jaksa.
“Waktu itu kalau tidak salah saya itu ada menerima yang pertama mungkin sekitar Rp50 (miliar), benar,” jawab Zarof.
“Dari siapa?” tanya jaksa.
“Dari Sugar, itu anak buahnya dari Sugar,” jawab Zarof.
“Ada yang menerima saudara?” tanya jaksa.
“Ya,” jawab Zarof.
“Untuk keperluan apa?” tanya jaksa.
“Itu untuk dia katanya, dia untuk dimenangkan,” jawab Zarof.
“Apa kabar?” tanya jaksa.
“Perkara dia dengan lawannya,” jawab Zarof.
“Ya ini masalah apa? Perkara perdata?” tanya jaksa.
“Perdata,” jawab Zarof.
Lebih lanjut, ia menyebut kejadian itu terjadi sekitar tahun 2016 atau 2018. Namun, ia tidak mengingatnya secara pasti.
“Jadi pihak dari Sugar ini ada mengajukan gugatan perdata?” tanya jaksa.
“Iya, dia penggugat atau tergugat saya juga lupa, yang jelas dia minta dikuatkan. Setelah saya lihat berkasnya, ini sih udah pasti menang,” jawab Zarof.
“Saudara lihat berkasnya?” tanya jaksa.
“Ya,” jawab Zarof.
“Saudara dapat berkasnya?” tanya jaksa.
“Dapatkan informasi bahwa dia PN (Pengadilan Negeri) menang, PT (Pengadilan Tinggi) menang,” jawab Zarof.
Seperti diketahui, Zarof Ricar didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa pembantuan untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim senilai Rp5 miliar, serta menerima gratifikasi sebesar Rp915 miliar dan 51 kilogram emas selama membantu di MA untuk mengurus perkara sejak 2012 hingga 2022.
Pemufakatan jahat itu diduga dilakukan bersama penasihat hukum Ronald Tannur dan Lisa Rachmat, dalam rangka menyuap Ketua MA Soesilo terkait perkara Ronald Tannur pada tingkat kasasi tahun 2024.
Atas perbuatannya, Zarof Ricar dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.