Tak Semua Hakim Setuju Lakukan Aksi Mogok Massal Menuntut Naik Gaji

Rupanya tak semua hakim setuju melakukan aksi mogok massal demi naik gaji. Buktinya, para hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) masih menimbang-nimbang apakah ikut dalam aksi ini atau tidak.
Pejabat Humas PN Jakarta Pusat, Zulkifli Atjo mengatakan, banyak sidang yang sudah teragenda dengan ketentuan masa tahanan yang segera berakhir hingga perkara perdata yang dibatasi waktu penyelesaiannya. Dia mengatakan hakim PN Jakpus menunggu arahan pimpinan.
“Karena di sisi lain sudah banyak sidang yang teragenda dan mendesak karena masa tahanan akan segera berakhir selain itu perkara perdata khusus niaga yang dibatasi waktu penyelesaiannya. Tapi sekali lagi hakim-hakim Jakarta Pusat pendukung perjuangan rekan-rekan hakim,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Sementara hakim para di Pengadilan Negeri (PN) Kota Semarang, Jawa Tengah memastikan tidak ikut serta dalam aksi mogok yang merupakan bentuk protes atas kesejahteraan yang belum menjadi prioritas pemerintah. Para hakim di kota ini tetap melayani masyarakat pencari keadilan.
Juru Bicara PN Kota Semarang Haruno Patriadi mengatakan, layanan persidangan di lembaga peradilan ini akan tetap berjalan. “Hakim PN Semarang tetap semangat, tidak ada mogok atau cuti besar-besaran,” ujar Haruno di Semarang, Rabu (2/10/2024).
Ia juga memastikan para pencari keadilan akan tetap terlayani di waktu yang disebut akan terjadi mogok yang dilakukan oleh hakim.
Diketahui, Solidaritas Hakim se-Indonesia akan menggelar aksi mogok sidang melalui cuti massal selama sepekan mulai tanggal 7-11 Oktober 2024. Alasannya adalah gaji pokok yang dinilai tidak layak karena tak kunjung disesuaikan selama 12 tahun terakhir.
Juru bicara Gerakan Solidaritas Hakim se-Indonesia, Fauzan Arrasyid mengemukakan bahwa saat ini aturan gaji pokok para hakim masih disamakan dengan aturan gaji pokok Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Menurutnya, hal tersebut akan berdampak pada penghasilan para hakim ketika masuk masa pensiun, karena ketika pensiun para hakim hanya akan menerima gaji pokok.
“Saat ini besaran gaji pokok memang jauh lebih kecil dibandingkan dengan tunjangan jabatan, ketika seorang hakim pensiun, dia penghasilan pensiunnya juga akan turun drastis, mengingat ketika pensiun hanya memperhitungkan gaji pokok dari Hakim yang bersangkutan,” tuturnya di Jakarta dalam siaran pres, dikutip Sabtu (28/9/2024).
Tuai Kritik
Pengamat hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul), Orin Gusta Andini menilai, kenaikan gaji para hakim belum tentu bisa menjamin bisa mengerek integritas dan kinerja para pengadil.
“Terkait soal integritas, ada kiasan bahwa “Putusan hakim tergantung sarapan paginya”. Saya kira hal ini relevan, walau tidak menjadi jaminan bahwa pasca kenaikan gaji tidak akan ada hakim yang terjerat korupsi,” kata Orin ketika dihubungi Inilah.com, Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Walaupun begitu, kata Orin, setidaknya memang sudah keharusan pemerintah dalam memperhatikan kesejahteraan hakim sebagai bagian dari penyelenggara negara.
“Menaikkan gaji hakim juga selain sudah seharusnya, juga sebagi bentuk komitmen dan tanggung jawab negara untuk menjaga dan mempertebal independensi hakim,” ucapnya.
Orin tak menolak kenaikan gaji para hakim, dengan catatan para hakim harus memastikan tidak terjerat dengan kasus suap pengkondisian perkara kedepannya.
Buruknya citra hakim memang tak bisa dipungkiri, masih terekam jelas di benak masyarakat soal kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Penyidik KPK telah menetapkan sejumlah hakim sebagai tersangka di antaranya yaitu Hakim Yustisial Edy Wibowo, Hakim Agung Gazalba Saleh, Hakim Yustisial Prasetio Nugroho, Hakim Agung Sudrajat Dimyati, dan Hakim Yudisial atau Panitera Pengganti Elly Tri Pangestu (ETP).
Selain itu, kinerja hakim juga sempat jadi sorotan publik. Contohnya, vonis bebas Ronald Tannur, terdakwa pembunuhan. Komisi Yudisial (KY) pun sudah memberikan sanksi pemberhentian terhadap tiga hakim yang menangani perkara tersebut.
“Menjatuhkan sanksi berat terhadap Terlapor 1 Saudara Erintuah Damanik, Terlapor 2 Saudara Mangapul, dan Terlapor 3 Saudara Heru Hanindyo berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun,” kata Kabid Waskim dan Investigasi KY Joko Sasmita dalam rapat tersebut di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (26/8/2024).