Tahanan Gaza Ungkap Penyiksaan Mengerikan di Ruang Bawah Tanah Israel


Komisi untuk Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan serta Masyarakat Tahanan Palestina mengungkapkan kesaksian baru dari para tahanan di Gaza, setelah kunjungan hukum yang jarang dilakukan terhadap fasilitas penahanan bawah tanah Israel.

Menurut pernyataan bersama, Selasa (6/5/2025), kisah-kisah yang baru didokumentasikan menambah arsip kesaksian mengerikan berbulan-bulan penyiksaan fisik dan psikologis warga Palestina yang ditahan sejak dimulainya perang di Gaza.

Para tahanan tersebut menceritakan bahwa mereka berulang kali dipindahkan antara penjara dan kamp militer, mengalami penyiksaan sistematis dan kondisi yang merendahkan martabat selama masa penahanan mereka.

Kesaksian dikumpulkan selama kunjungan hukum pertama yang dilakukan pengacara Palestina kepada tahanan di penjara bawah tanah rahasia bernama Rakevet, terletak di bawah Penjara Nitzan Israel di Ramle. Kunjungan tersebut dilakukan di bawah pengawasan ketat, dengan penjaga yang selalu mendampingi para pengacara dan melarang siapa pun menyebut-nyebut keluarga atau kejadian di luar penjara.

Menurut pengacara, para tahanan menunjukkan tanda-tanda ketakutan dan trauma yang nyata. Awalnya, banyak yang tidak dapat berbicara dengan bebas karena pengawasan ketat, namun, setelah diyakinkan oleh tim hukum, beberapa setuju untuk berbagi pengalaman mereka.

Seorang tahanan, yang diidentifikasi sebagai SJ, mengatakan dia ditangkap pada Desember 2023 dan langsung menjalani enam hari interogasi terus-menerus dengan metode yang disebutnya ‘disko’ dan ‘pampers’ – sebutan yang digunakan para tahanan untuk teknik yang sangat memalukan.

Ia menggambarkan bagaimana ia dipaksa memakai popok dewasa setelah tidak diberi akses ke kamar mandi, sambil terus mendengarkan musik kencang, kekurangan makanan dan air, ditutup matanya serta diborgol sepanjang waktu.

SJ kemudian dipindahkan beberapa kali – dari kamp militer Sdeh Teiman ke Penjara Ashkelon, lalu ke pusat penahanan Moscobiya selama 85 hari, diikuti Penjara Ofer, dan akhirnya ke bagian Rakevet di Ramle.

Ia mengatakan kondisi di Rakevet adalah yang terburuk yang pernah ia alami dengan tiga tahanan per sel, tidak ada sinar matahari, dan saat latihan yang memalukan para tahanan tidak diizinkan mengangkat kepala mereka.

Tahanan lainnya, WN, mengatakan dia ditangkap pada bulan Desember 2024 dan mengalami interogasi kejam pasukan Israel dan agen intelijen. Ia melaporkan telah mengalami pelecehan seksual dengan alat penggeledahan, ditolak perawatan medis, dan dipaksa duduk berlutut dalam waktu lama. Para tahanan dipaksa untuk mengumpat ibu mereka sendiri dan mengalami patah jari selama pengangkutan.

Tahanan ketiga, KD, mengatakan, menjadi sasaran interogasi berulang-ulang menggunakan metode ‘disko’ dan ‘pampers’, sering kali diikat ke kursi selama berjam-jam atau dilempar ke lantai, sambil memutar musik keras terus-menerus, sehingga ia tidak dapat beristirahat atau tidur.

Ia menderita kudis di Penjara Ofer dan tidak menerima perawatan apa pun setelah dipindahkan ke Ramle. Ia menderita nyeri dada yang makin parah akibat penggunaan alat pengekang yang ketat dan mengklaim bahwa administrasi penjara menghukum narapidana dengan sengaja mematahkan ibu jari mereka.

Tahanan lain, AG, yang ditahan selama 35 hari di Sdeh Teiman, mengatakan ia masuk penjara dengan cedera dan tidak menerima perawatan medis. Ia mengalami demam tinggi dan kehilangan kesadaran beberapa kali. Selama 15 hari, ia diborgol dan ditutup matanya sepanjang waktu. Kemudian dipindahkan ke Rakevet, ia menceritakan tentang pengawasan permanen di dalam sel, larangan berdoa, ancaman kematian, dan serangan kekerasan selama berada di halaman.

Para tahanan hanya diizinkan mandi jika penjaga mengizinkan, dan diberi satu gulung tisu toilet setiap tiga hari. Makanan yang diberikan sangat sedikit, dan penjaga menyita selimut di waktu fajar.

Komisi dan Lembaga Tahanan mengatakan bahwa Rakevet adalah salah satu dari beberapa fasilitas dialihfungsikan atau dibuka kembali oleh Israel untuk tahanan warga Gaza sejak dimulainya apa yang digambarkan  warga Palestina sebagai kampanye pembunuhan massal. Fasilitas lainnya termasuk Sde Teiman, Anatot, kamp Ofer, dan kamp Menashe untuk tahanan Tepi Barat.

Hingga awal April 2025, otoritas penjara Israel secara resmi mengakui telah menahan 1.747 tahanan Gaza. Angka ini tidak termasuk banyak warga lain yang diyakini ditahan di kamp militer di luar yurisdiksi Dinas Penjara Israel. Kelompok tahanan Palestina menyerukan tindakan hukum internasional dan akses segera ke semua tahanan oleh pengamat hak asasi manusia independen.

Exit mobile version