Survei Malwarebytes: 9 dari 10 Orang tak Percaya Perusahaan Jaga Data Pribadi


Kepercayaan publik terhadap perlindungan data pribadi semakin tergerus. Menurut survei terbaru dari perusahaan keamanan siber Malwarebytes, hampir tiga perempat responden mengaku tidak mempercayai pemerintah dalam mengelola data mereka, sementara hampir 90% merasa perusahaan komersial tidak lebih baik.

Tingginya kekhawatiran ini mencuat di tengah berbagai peristiwa seperti permintaan pemerintah Inggris kepada Apple untuk membuka akses data terenkripsi, kebangkrutan perusahaan pengujian genetika 23andMe, hingga masifnya penggunaan chatbot kecerdasan buatan (AI) yang mengandalkan data internet dalam jumlah besar.

Dalam survei tersebut, 89% responden menyatakan “setuju” atau “sangat setuju” bahwa mereka khawatir terhadap penyalahgunaan data pribadi oleh korporasi. Sebanyak 72% juga mengungkapkan kekhawatiran serupa terhadap penggunaan data oleh pemerintah.

Kekhawatiran soal teknologi AI juga tidak kalah tinggi. Sebanyak 89% responden takut data pribadi mereka dimanfaatkan oleh alat AI tanpa persetujuan. Selain itu, 70% mengaku merasa pasrah bahwa data mereka sudah tersebar dan mustahil untuk dikendalikan kembali.

Malwarebytes menambahkan, hampir 80% pengguna merasa banyak transaksi online, seperti pembelian, pengunduhan aplikasi, hingga pembuatan akun baru, hanyalah “jebakan” untuk mengumpulkan data pribadi.

“Mulai dari mengunduh game di ponsel yang membocorkan lokasi ke perusahaan iklan, mencari tiket pesawat di perangkat Mac yang berujung harga lebih mahal, hingga membeli mobil yang diam-diam merekam data privasi, termasuk kehidupan seksual pemiliknya,” tulis Malwarebytes dalam laporannya.

Meski begitu, paradoks terjadi. Data dari We Are Social justru menunjukkan lonjakan 4,1% jumlah identitas pengguna aktif media sosial dalam 12 bulan terakhir, menjadi hampir 5,25 miliar pengguna di seluruh dunia.

Padahal, sekitar 40% responden survei Malwarebytes mengaku telah berhenti menggunakan platform seperti X (Twitter), TikTok, dan Instagram karena kekhawatiran atas keamanan data mereka.

Tren ini memperlihatkan ketegangan antara keinginan untuk tetap terhubung secara digital dengan kecemasan atas eksploitasi data pribadi di era internet modern.

Exit mobile version