Suku Bugis Towani Tolontang, Penganut Ajaran Bugis Kuno

INILAHSULSEL.COM – Di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, terdapat sebuah komunitas yang masih mempertahankan kepercayaan leluhur Suku Bugis. Komunitas ini bernama Towani Tolontang.

Nama “Towani” berasal dari kata “Tau”, yang berarti orang, sementara “wani” adalah sebuah kampung di Kerajaan Wajo dahulu. Kedua kata tersebut bersatu membentuk identitas Towani Tolotang sebagai orang-orang dari selatan.

Penamaan “Tolotang” sendiri diberikan oleh La Patiroi Addatuang Sidenreng ke-VII pada sekitar tahun 1610, pada masa kepemimpinan Arung Matoa Wajo La Sangkuru Patau yang telah memerintahkan pengikutnya untuk memeluk agama Islam.

Pada saat yang sama, mereka yang masih teguh pada kepercayaan asli Bugis, seperti Towani Tolotang, diharuskan meninggalkan wilayah Kerajaan Wajo. Ini memicu migrasi Towani Tolotang ke Kabupaten Sidrap, tempat mereka diberikan suaka politik oleh Addatuang Sidenreng dari Kerajaan Sidenreng dengan syarat mematuhi adat istiadat setempat.

Masih Menganut Ajaran Suku Bugis Kuno

Salah satu hal yang membuat Towani Tolotang unik adalah keteguhan mereka dalam mempertahankan ajaran adat Bugis kuno. Ajaran leluhur ini berbeda dengan masyarakat Bugis pada umumnya saat ini yang mayoritas memeluk agama Islam.

Dalam keyakinan Bugis kuno, Tuhan mereka, Dewata Seuwae, adalah pencipta bumi, dan mereka juga meyakini adanya hari kiamat, kehidupan setelah kematian, kitab suci, serta pengajaran ilahi yang disebut Sadda.

Masyarakat Towani Tolotang mengikuti segala perintah dan larangan dari Tuhan mereka dengan melakukan perintah Mapenre’ Inanre pada waktu kelahiran, perkawinan, kematian, dan untuk hari kemudian.

Mereka juga tidak memakan daging babi, berzina, dan membunuh. Perintah dan larangan tersebut dirawat dan dibina oleh pemimpin Towani Tolotang yang disebut Uwa’. Kepemimpinan Towani Tolotang diambil dari garis keturunan Uwa’ di masa lalu dan berlaku sampai hari ini.

Kepercayaan warisan leluhur Bugis yang dipegang teguh oleh Towani Tolotang menekankan pentingnya etika sosial dalam kehidupan sehari-hari. Mereka meyakini bahwa hubungan yang baik dengan sesama manusia mencerminkan hubungan yang harmonis dengan pencipta alam semesta. Prinsip ini menjadi fokus utama yang ditekankan oleh para Uwa’ kepada seluruh pengikutnya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Warisan adat istiadat tidak hanya tercermin dalam keyakinan, tetapi juga terlihat dalam arsitektur rumah. Komunitas Tolontang dengan teguh mempertahankan tradisi rumah suku Bugis yang khas dengan penggunaan kayu bundar.

Mereka juga tetap setia pada gaya jendela tradisional yang terbuat dari kayu dan papan, tanpa menggunakan kaca seperti kehidupan modern saat ini.

Selain itu, Towani Tolotang juga mempertahankan budaya leluhur Bugis yang duduk beralaskan tikar tanpa adanya kursi. Namun, ini juga disesuaikan dengan tamu yang datang.

Komunitas Towani Tolotang sangat menjaga rapat kehidupan mereka dari pengaruh luar. Sebelum seseorang masuk ke wilayah mereka, izin harus diperoleh dari tokoh masyarakat setempat. Prosedur untuk memasuki kawasan mereka sangat ketat sehingga mengakibatkan informasi dan penelitian tentang komunitas ini menjadi sangat terbatas.

Exit mobile version