Soal Wacana Dokter Umum Bisa Operasi Caesar, DPR Ingatkan Kemenkes tak Asal Beri Izin


Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengkaji secara cermat rencana memberikan pelatihan pada dokter umum di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) untuk menangani layanan kebidanan dan operasi caesar.

Menurutnya, meski langkah ini muncul dari keprihatinan yang nyata, keselamatan pasien dan standar profesi medis tidak boleh dikompromikan.

“Persalinan, apalagi yang membutuhkan tindakan operasi, adalah proses medis berisiko tinggi. Dokter spesialis obgyn menempuh pendidikan dan pelatihan lama untuk memiliki keahlian penanganan operasi. Pelatihan singkat bagi dokter umum tidak bisa serta merta menggantikan itu,” kata Netty kepada wartawan di Kompleks Gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025).

Lebih lanjut, Netty mendorong Kemenkes untuk mengambil langkah sistemik dan jangka panjang dalam mengatasi kekurangan tenaga spesialis di daerah-daerah khususnya terpencil.

“Solusinya bukan memangkas kualitas pendidikan dokter spesialis, melainkan mempercepat distribusi dan penempatan obgyn ke daerah, memperluas beasiswa PPDS berbasis daerah, memperbaiki insentif, dan fasilitas kerja. Sistem rujukan dan transportasi medis juga harus diperkuat,” jelasnya.

Dia menambahkan, jika pelatihan tambahan bagi dokter umum tetap dilakukan, maka harus ada batasan kewenangan yang jelas, pengawasan ketat, dan regulasi yang akuntabel.

“Kesetaraan akses layanan kesehatan itu penting, tapi jangan sampai mengorbankan keselamatan ibu dan bayi. Kita sedang bicara soal nyawa,” ujar Netty.

Sebagai informasi, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin meminta dokter umum yang berada di daerah terpencil untuk melakukan task shifting buntut wacana dokter umum bisa lakukan operasi caesar untuk membantu persalinan.

Budi mengaku khawatir dengan banyaknya ibu-ibu hamil yang wafat begitu saja karena kurangnya pelayanan dari fasilitas kesehatan.

“Yang saya minta adalah untuk daerah-daerah yang memang tidak ada spesialisnya, itu ratusan yang enggak ada spesialisnya, tolong dokter umumnya dilengkapi dengan kompetensi-kompetensi yang sifatnya emergency, yang sifatnya menyelamatkan nyawa, agar kita tidak perlu lagi melihat masyarakat-masyarakat kita meninggal,” kata Budi kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025).

Dia menyayangkan tenaga kesehatan yang sebetulnya sudah ada tetapi tidak berani melakukan tugasnya yang bukan bidang spesialisnya dan takur melanggar hukum karena melanggar kompetensinya.

“Dalam konteks itu saya bilang, bahwa dokter-dokter umumnya harus diberikan task shifting. Ini sudah ada aturannya di dunia. Sudah pernah juga dilakukan di Indonesia dulu,” ujarnya.

Nantinya, Budi mengaku akan menyiapkan regulasi perihal tersebut agar para dokter umum itu bisa resmi melakukan task shifting.

Exit mobile version