Setoran Pajak tak Bisa Maksimal, Eks Dirjen Pajak Sebut Biang Keroknya di Lapangan Banteng

Selama otorita pajak masih di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), jangan berharap setoran bisa maksimal. Desakan agar Presiden Prabowo Subianto membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) semakin kencang.
Mantan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak), Hadi Poernomo termasuk salah satu ‘begawan’ pajak yang mendorong segera terbentuknya DPN. Agar otoritas pajak dan bea cukai bisa langsung di bawah presiden, bukan lagi Kemenkeu yang kantornya di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Pak Pung, sapaan akrab Hadi Poernomo yang pernah menjabat Kepala Badan pemeriksa Keuangan (BPK) itu, mengatakan, keberadaan BPN sangat penting untuk mendorong rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio, bisa melejit. Selama ini, angka tax ratio tak beranjak di level 10 persen.
Selain itu, dia mengatakan, pembentukan BPN adalah amanat dari UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. “Badan penerimaan negara atau apapun namanya, secara implisit sudah diatur dalam UU No 28 Tahun 2007. Yakni, Pasal 35A,” kata Hadi, Jakarta, dikutip Sabtu (14/12/2024).
Dalam beleid itu, kata pria kelahiran Pamekasan, Madura ini, mengatur setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Ketika ketentuan itu diatur dalam PP, maka dia menekankan, tidak bisa di-subdelegasikan ke instansi di bawah kementerian, atau lembaga dalam bentuk peraturan menteri. Termasuk diatur lewat peraturan menteri keuangan (PMK), sebagaimana diatur dalam UU 12 Tahun 2011.
“Kalau PP tidak boleh subdelegasikan, maka mampukah Ditjen Pajak melaksanakan PP? Tidak akan mampu. Karena PP ini yang melaksanakan satu tingkat di bawahnya. Satu tingkat di bawahnya adalah kementerian atau badan,” terangnya.
Kondisi ini, lanjut hadi, membuat Ditjen Pajak kesulitan untuk mendapatkan data dan informasi terkait perpajakan secara komplit dari instansi terkait. Karena, tidak menjadi suatu kewajiban. Namun hanya sebatas bisa mendapatkan melalui pelaksanaan nota kesepahaman atau MoU.
“Sekarang dipaksakan pajak melaksanakan, akhirnya MoU. Karena hanya MoU, jadi dapat, bukan wajib lagi. Sehingga datanya manusia ikut campur. Jangan dong, ini punya saudara gue, ini punya si anu, susah (gelondongan) kan,” tutur Hadi.
Ia pun menekankan, pembentukan BPN sebetulnya juga sudah diusulkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) era Presiden Megawati Muhammad Feisal Tamin. Namun, usulan itu kandas begitu saja, sehingga sampai saat ini, tax ratio Indonesia tidak pernah meningkat di atas 10 persen. Walau sudah digelar program pengampunan pajak (tax amnesty) berkali-kali.