Setoran ke Pemprov DKI Jeblok, Pembentukan BUMD Parkir Dinilai Penting

Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Perparkiran Mujiyono menilai pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Parkir penting dilakukan untuk menata kesemrawutan masalah parkir di Jakarta dan dapat menekan potensi kerugian pendapatan daerah.
“Tanpa lembaga yang fokus, kami terus tertinggal dalam mengelola aset yang ada,” tutur Mujiyono saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (17/2/2025).
Oleh karena itu, Pansus Perparkiran DPRD DKI Jakarta mendorong pembentukan BUMD Parkir karena saat ini tak sedikit kendaraan yang sengaja parkir di atas trotoar atau badan jalan, sehingga mengganggu pengguna jalan lainnya.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta itu mengatakan potensi pendapatan daerah dari sektor perparkiran selama ini terabaikan.
Untuk itu, saatnya Jakarta memiliki BUMD khusus parkir. Langkah ini, bukan sekadar membenahi tata kelola parkir, tetapi strategi konkret untuk menggali potensi besar yang selama ini bocor tak tertampung.
“Pembentukan Pansus ini punya dua tujuan utama, yaitu menaikkan pendapatan asli daerah (PAD) dan membantu mengurai kemacetan Jakarta,” jelas dia.
Dengan dibentuknya BUMD parkir, lanjut dia, pengelolaan parkir lebih profesional dibandingkan sekarang yang berantakan pengelolaannya.
“Pengelolaan parkir yang profesional ini akan mampu menekan potensi kerugian daerah seperti yang saat ini terjadi,” katanya.
Menurut dia, data dari Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) mencatat, total aset milik Pemprov DKI Jakarta per 2023 mencapai Rp700,9 triliun. Dari jumlah itu, hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan untuk sektor perparkiran melalui 13 perjanjian kerja sama sewa aset.
Tanah seluas 55,45 ribu meter persegi dan bangunan 9,5 ribu meter persegi menghasilkan PAD sebesar Rp61,75 miliar angka yang dinilai tak sebanding dengan nilai aset yang dimiliki.
“Padahal, nilai aset jalan dan bangunan gedung saja mencapai Rp109 triliun. Tapi hasil dari parkir? Masih sangat kecil,” kata Mujiyono.
Situasi di lapangan pun memperlihatkan ketimpangan. Berdasarkan laporan Unit Pengelola (UP) Perparkiran, Jakarta memiliki 441 ruas jalan yang dapat dijadikan lahan parkir on-street, namun yang beroperasi hanya 244 ruas, atau sekitar 55 persen.
Sementara untuk parkir off-street, dari 615 lokasi yang diatur dalam Pergub Nomor 188 Tahun 2016, hanya 69 lokasi yang aktif. Itu pun belum semuanya tercatat sebagai aset UP Perparkiran.
Tak hanya itu, tren pendapatan dari sektor parkir menunjukkan penurunan tajam. Dari Rp107,89 miliar pada 2017, turun drastis menjadi Rp57,02 miliar pada 2024. Sebuah ironi, mengingat kebutuhan warga Jakarta terhadap ruang parkir semakin besar seiring pertumbuhan kendaraan.
Oleh karena itu, gagasan membentuk BUMD Parkir mencuat.
Menurut dia, lembaga ini dapat menerapkan pendekatan bisnis yang lebih fleksibel dan efektif, ketimbang sekadar mengandalkan sistem sewa tradisional.
“Kami ingin BUMD Parkir bisa menjalankan skema business to business (B2B), sehingga pengelolaan aset lebih profesional dan berdampak langsung pada PAD,” ujarnya.
BUMD Parkir juga diharapkan menjadi instrumen strategis dalam upaya mengurai kemacetan. Dengan manajemen modern, sistem digitalisasi, dan penegakan aturan yang konsisten, ruang-ruang parkir bisa tertata, lalu lintas lebih lancar, dan warga pun lebih nyaman bergerak.
“Jakarta butuh tata kelola parkir yang visioner dan profesional. BUMD adalah jawabannya. Ini bukan hanya soal pendapatan, tapi soal bagaimana kita memanusiakan kota ini,” tuturnya.