Setop Banjir Produk Asing, Revisi Permendag soal Impor Sudah 90 Persen Selesai

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkapkan progres revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sudah 90 persen dan diharapkan selesai pada pekan depan.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 direvisi terkait dengan kebijakan impor Indonesia. Lewat revisi ini, diharapkan Indonesia tidak akan lagi kebanjiran produk impor khususnya untuk komoditas terkait hasil industri padat karya, industri strategis, dan ketahanan pangan.
“Mudah-mudahan (revisi peraturan) minggu depan sudah selesai. Sebenarnya sudah 90 persen, tinggal secara administrasi saja. Kami harus rapikan semua,” ujar Mendag Budi, di Jakarta, Minggu (18/5/2025).
Lewat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, akan ada relaksasi larangan dan pembatasan (lartas) impor. Ada beberapa pertimbangan yang akan dikecualikan.
“Kalau Indonesia sudah siap bersaing, kami buka pelan-pelan (keran impornya),” katanya pula.
Budi mengakui belum bisa menyampaikan lebih jauh terkait substansi revisi (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, karena sampai berita ini diturunkan proses penyelesaian regulasi tersebut masih berlanjut.
“Sebagian besar sudah harmonisasi, nanti kalau sudah selesai saya sampaikan. Substansinya apa nanti saya sampaikan. Sekarang saya belum berani menyampaikan karena belum selesai,” katanya.
Sebelumnya, Mendag Budi sudah mengumumkan pemerintah akan melakukan deregulasi sesuai dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto. Terdapat beberapa produk impor yang akan diatur dalam deregulasi tersebut. Deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah ini tidak hanya soal impor, tetapi juga untuk menarik investasi ke Indonesia.
Sementara itu, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyambut positif terkait revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Menurut dia, industri manufaktur domestik harus dilindungi, karena sektor ini merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Revisi beleid tersebut bukan bertujuan untuk meningkatkan proteksionisme pasar, melainkan guna melindungi tenaga kerja dari penurunan produktivitas industri.