Rusia dan Ukraina Melakukan Pertukaran Tahanan Skala Besar Pertama


Rusia dan Ukraina Senin (9/5/2025) melakukan pertukaran skala besar kelompok pertama tentara yang ditangkap sebagai bagian dari kesepakatan. Tidak ada penjelasan berapa jumlah pasti tahanan yang ditukar kali ini namun dalam perundingan di Istanbul sebelumnya akan melibatkan lebih dari 1.000 tahanan tentara.

Kesepakatan menukar tawanan perang dan memulangkan jenazah para pejuang yang tewas merupakan satu-satunya kesepakatan konkret dalam perundingan kedua negara yang sedang berperang. Perundingan itu gagal menghasilkan terobosan mengakhiri perang yang telah berlangsung selama tiga tahun.

Perundingan terhenti setelah Rusia mengeluarkan persyaratan yang ketat untuk menghentikan invasinya dan telah berulang kali menolak seruan gencatan senjata tanpa syarat. “Hari ini pertukaran dimulai, yang akan berlanjut dalam beberapa tahap selama beberapa hari ke depan,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di media sosial.

Ia mengunggah gambar tentara yang mengenakan bendera Ukraina, bersorak dan berpelukan. “Di antara mereka yang kami bawa pulang sekarang adalah mereka yang terluka, mereka yang terluka parah, dan mereka yang berusia di bawah 25 tahun,” tambahnya.

Kementerian Pertahanan Rusia juga mengonfirmasi pertukaran itu merupakan bagian dari kesepakatan yang dicapai pada 2 Juni di Istanbul. Tidak ada pihak yang mengatakan berapa banyak tahanan yang dibebaskan.

Setelah perundingan di Istanbul, keduanya mengatakan pembicaraan itu akan melibatkan lebih dari 1.000 tentara yang ditangkap, menjadikannya pertukaran terbesar dalam perang tiga tahun terakhir. Pertukaran itu sempat terancam selama akhir pekan, ketika Moskow dan Kyiv saling menuduh telah menunda dan menggagalkan rencana tersebut.

Zelensky menuduh Rusia pada Minggu (8/5/2025) memainkan permainan politik kotor dan tidak mematuhi parameter sesuai kesepakatan untuk membebaskan semua tentara yang ditangkap, yang sakit, terluka atau berusia di bawah 25 tahun. Rusia mengatakan Kyiv menolak menerima kembali jenazah tentara yang tewas, 1.200 di antaranya menunggu di truk berpendingin di dekat perbatasan.

Pembicaraan tidak Berguna

Invasi Rusia ke Ukraina tahun 2022 memicu konflik Eropa terbesar sejak Perang Dunia II, memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka dan menghancurkan sebagian besar wilayah Ukraina timur dan selatan.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendesak untuk mengakhiri konflik. Kemudian kedua belah pihak telah membuka negosiasi langsung untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga tahun untuk mencari kesepakatan. Namun, perundingan mereka tampaknya masih jauh dari kesepakatan.

Di Istanbul pada 2 Juni, Rusia menuntut Ukraina menarik pasukan dari wilayah yang masih di bawah kendalinya, mengakui aneksasi Moskow atas lima wilayah Ukraina dan meninggalkan semua dukungan militer Barat.

Kyiv mengupayakan gencatan senjata penuh dan meminta pertemuan puncak antara Zelenskyy, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Trump untuk mencoba memecahkan kebuntuan.

Zelenskyy mengatakan minggu lalu bahwa tidak ada gunanya untuk mengadakan pembicaraan lebih lanjut dengan delegasi Rusia yang ia anggap sebagai orang-orang bodoh, karena mereka tidak dapat menyetujui gencatan senjata.

Sementara itu, pertempuran di garis depan dan di udara semakin intensif. Rusia mengatakan pasukannya kemarin telah menyeberang ke wilayah industri Dnipropetrovsk di Ukraina untuk pertama kalinya, sebuah kemajuan penting yang potensial mengingat Moskow belum mengajukan klaim teritorial terhadap wilayah tersebut.

Angkatan Udara Kyiv Senin (9/6/2025) mengungkapkan, Moskow meluncurkan rekor 479 pesawat tak berawak ke Ukraina dalam semalam. Wali Kota Ukraina di kota barat Rivne, Oleksandr Tretyak, menyebutnya serangan terbesar di wilayah tersebut sejak dimulainya perang.

Rusia mengatakan telah menargetkan lapangan terbang dekat Desa Dubno di wilayah Rivne. Serangan itu disebut sebagai salah satu aksi balasan atas serangan pesawat tak berawak yang dilakukan Ukraina pada 1 Juni terhadap jet militer Rusia di pangkalan udara ribuan kilometer di belakang garis depan.

Kyiv juga mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap pabrik elektronik Rusia semalam, dengan mengatakan pabrik itu memproduksi suku cadang untuk drone. Pejabat Rusia mengatakan situs tersebut terpaksa menghentikan sementara produksi setelah serangan pesawat tak berawak Ukraina itu.

Exit mobile version