Rugikan Negara Rp700 Triliun, BPKP Bakal Sita Tambang Ilegal 300 Ribu Ha

Sebagai negara kepulauan yang dianugerahi kekayaan berupa minyak dan gas bumi (migas) atau mineral dan batu bara (minerba) berlimpah, Indonesia menjadi surganya pelaku tambang ilegal. Terbanyak di Sumatra Selatan (Sumsel).
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat, luas tambang minerba ilegal di Indonesia, lebih dari 300 ribu hektare (ha). Tambangnya melibas hutan lindung dan cagar alam lainnya. Praktik maling ini merugikan negara hingga Rp700 triliun.
“Terdiri dari tambang emas, bauksit, timah, batu bara dan segala macam. Ada perintah presiden, ambil dahulu (tambangnya). Kemudian kita kasih denda ilegal,” kata Kepala BPKP, Yusuf Ateh di Jakarta, dikutip Jumat (27/6/2025).
Penyitaan lahan tambang ilegal itu, lanjut Yusuf, dilakukan dengan kerja sama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), TNI dan Polri. Dari total 4,2 juta ha lahan tambang di kawasan hutan, sekitar 296.000 ha atau 300.000 ha, merupakan prioritas untuk dikembalikan ke negara.
Yusuf menjelaskan, pembukaan areal pertambangan di hutan, lebih merugikan ketimbang pembangunan kebun sawit. Alasannya, lahan hutan yang dijadikan tambang ilegal, dapat dieksploitasi dengan singkat. Beda dengan perkebunan kelapa sawit harus menunggu enam tahun, mulai penanaman hingga panen.
“Kalau sawit kan harus menanam dulu, menunggu enam tahun hingga bisa panen. Beda dengan tambang, tinggal keruk pakai beko langsung dapat hasilnya,” kata Yusuf.
Dijelaskan, pemerintah ancang-ancang menempuh jalur hukum dan menagih kompensasi alias denda kepada pelaku tambang ilegal. Pemerintah tak segan memenjarakan pelaku tambang ilegal yang membandel. “Nanti yang punya kita (sudah) kuasai, kita minta bayarkan lagi. Jadi tambahan baru bagi PNBP (penerimaan negara bukan pajak),” ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno menyebut Sumatra Selatan menjadi provinsi yang paling banyak memiliki laporan Pertambangan Tanpa Izin (PETI). Angkanya mencapai 26 laporan. Disusul Riau dengan laporan PETI sebanyak 24, sedangkan juara ketiga ditempati Sumatra Utara dengan 11 laporan.
“Terkait dengan penambangan tanpa izin, pada saat perusahaan tidak memiliki izin saat eksplorasi, melakukan operasi produksi, maupun saat orang yang menampung, memanfaatkan ataupun melakukan pengolahan dan pemurnian, ini dikenakan sanksi yang sama, yaitu paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar,” ujar Tri.
Berdasarkan Undang-undang (UU) No 3/2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba), pasal 158 mengatur, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin, terancam bui paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Sedangkan pasal 160, mengatur, setiap orang yang mempunyai izin usaha pertambangan (IUP) atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) pada tahap kegiatan eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun, denda paling banyak Rp100 miliar.
Terakhir, pasal 161 mengatur, orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.