Ototekno

Ragam Faktor Ekonomi Sebabkan Ketidakpastian Belanja Otomotif


Ekonom Josua Pardede mengungkapkan bahwa meskipun pendapatan masyarakat mengalami peningkatan sepanjang tahun lalu, kondisi ekonomi saat ini menunjukkan adanya ketidakpastian, terutama bagi pekerja kelas menengah.

“Ada rasa takut ter-PHK, apalagi dengan kondisi ekonomi saat ini, yang tercermin pada penurunan penjualan barang tahan lama, seperti otomotif dan properti,” ujar Josua, dalam gelar wicara ‘Indonesia Center for Mobility Studies’ di sela-sela ajang Indonesia International Motor Show (IIMS) 2025, JIExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Penurunan penjualan mobil, terutama pada segmen kendaraan roda empat, sangat terkait dengan pengurangan daya beli masyarakat kelas menengah.

Penurunan ini, menurut dia, juga dipengaruhi oleh faktor global, seperti suku bunga tinggi, yang berdampak pada penurunan penjualan kendaraan penumpang dan kendaraan komersial.

Baca Juga:  V-Kool Tawarkan Produk Pelindung Cat Kualitas Premium untuk Kendaraan

Meskipun segmen mobil LCGC (Low Cost Green Car) masih menjadi yang terbesar, dengan harga berkisar antara Rp200 juta hingga Rp400 juta, banyak konsumen yang kini cenderung “downtrading” alias memilih mobil dengan harga lebih murah, karena ketakutan akan kehilangan pekerjaan.

“Masyarakat tetap membeli tapi beli dengan harga yang lebih murah, yang mungkin segmentasinya Rp200 juta-Rp300 juta, tapi dia berharap dengan spesifikasi dan merek yang sama, dengan dia beli di secondary market,” kata Josua.

Lebih lanjut, Kepala Ekonom Bank Permata itu juga menyebutkan adanya tantangan dari kebijakan pajak yang baru, seperti PPN 12 persen dan opsen. Meski demikian, kebijakan pemerintah terkait insentif, termasuk paket stimulus untuk sektor otomotif, diharapkan dapat memberikan dorongan kepada industri padat karya ini.

Baca Juga:  Zuckerberg Sebut TikTok Jadi Ancaman Serius bagi Bisnis Meta

“Industri otomotif sangat berhubungan dengan ekonomi, jika industri ini melambat, daya beli masyarakat juga akan terpengaruh,” kata Josua.

“Kalau pendapatan masyarakat meningkat, tidak ada gangguan beban hidup, dukungan kemudahan pembiayaan tentu juga akan membuat masyarakat lebih mudah untuk melakukan pembelian mobil,“ tambahnya.

Josua berharap ke depan pemerintah dapat terus menciptakan kebijakan yang lebih fleksibel agar sektor otomotif dapat kembali bergerak.

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan wholesales (pabrik ke diler) pada 2024 mencatatkan angka 865.723 unit, kalau dibandingkan penjualan wholesales 2023, angka mobil yang dipasarkan saat itu mencapai 1.005.802 unit.

Sementara buat penjualan retail (diler ke konsumen) tahun 2024, mencatatkan angka 889.680 unit. Turun sebanyak 108.379 unit dari penjualan retail di tahun 2023 yang meraih angka 998.059 unit.

Baca Juga:  Wamenkomdigi Nezar Patria: Waspadai Penipuan Deepfake dan Bukti Transfer Palsu Berbasis AI

 

Back to top button