Market

Layanan Coretax Banyak Masalah, Ikatan Konsultan Pajak Usulkan DJP Tetapkan Masa Kahar


Masih terkendalanya operasional aplikasi layanan pajak bernama Coretax, benar-benar membuat pening wajib pajak. Akibatnya, mereka terancam terlambat membuat faktur pajak, bayar pajak atau melaporkan pajaknya. Jika terlambat ada sanksinya lho.

Atas kondisi ini, Ketua Departemen Penelitian Dan Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia), Pino Siddharta mengusulkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), memberlakukan masa kahar alias force majeure sistem Coretax.

“Tapi jangan disalah-artikan pengertian force majeure secara umum ya. Karena situasi sekarang memerlukan perhatian khusus dari pemerintah,” kata Pinno kepada Inilah.com, Jakarta, Sabtu (18/1/2025).

Selanjutnya Pinno menjelaskan kondisi force majeure dimaksudnya adalah situasi wajib pajak kesulitan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan, dikarenakan sistem Coretax yang belum maksimal. Sehingga, wajib kesulitan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.

Baca Juga:  Penuhi 3 Unsur, SPAI: Status Ojol dan Kurir Adalah Karyawan Tetap, Harga Mati

“Kita melihat situasinya sama dengan kondisi force majeure. Di mana, wajib pajak tidak bisa bisa melaksanakan kewajiban perpajakan. Karena situasi yang tidak bisa mereka (WJP) kendalikan,” ungkapnya.

Usulan force majeure terhadap layanan Coretax ini, karena sistem inti administrasi pajak (SIAP/Coretax) yang diberlakukan DJP sejak 1 Januari 2025, masih mengalami kendala hingga saat ini.

Kendalanya beragam, diduga karena server DJP yang eror, fitur Coretax masih sulit diakses, pengajuan sertifikat elektronik PIC, hingga data yang belum sinkron dengan data Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum.

“Ada baiknya, selama Coretax belum sempurna betul, pemerintah atau DJP tetapkan masa kahar (force majeure) bagi wajib pajak,” kata Pino.

Baca Juga:  Prabowo Berpesan ke Tim Negosiasi Tarif Trump: Nego yang Benar

Dengan ditetapkan masa kahar ini, lanjutnya, DJP semakin leluasa untuk membebaskan semua sanksi perpajakan kepada wajib pajak, akibat keterlambatan pembuatan faktur pajak, pembayaran pajak, dan pelaporan pajak.  “Karena ketelambatan ini, sepenuhnya disebabkan aplikasi Coretax yang belum bisa dijalankan maksimal wajib pajak,” ungkap Pino.

Hingga saat ini, Pino mengakui, wajib pajak dan konsultan pajak baru menjalankan sebagian dari kewajiban perpajakannya lewat Coretax. Padahal baru sebatas pengurusan pajak pertambahan nilai (PPN). Bisa dibayangkan betapa lebih rumit sitausinya ketika layanan pajak lain seperti PPh 21, PPh 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat (2) dan seterusnya dijalankan.

Terkait PPN, kata Pino, DJP memberikan angin segar melalui penerbitan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 1 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Pembuatan Faktur Pajak Dalam Rangka Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No. 131 Tahun 2024.

Baca Juga:  Demi Majunya Industri dan Investasi, Jumhur Luruskan Gagal Paham TKDN yang Disampaikan Prabowo

Dalam beleid iru memberikan masa transisi 3 bulan yakni 1 Januari hingga 31 Maret 2025, bagi wajib pajak dalam pembuatan faktur pajak, karena berubahnya dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain untuk barang non mewah.

Dalam masa transisi tersebut WP masih bisa mencantumkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) baik DPP Nilai lain dengan tarif 12 persen, atau DPP dari harga jual/penggantian/nilai impor sepenuhnya dengan tarif 11 persen. 
 

Back to top button