Proyek Hapus Dosa Pengemplang Pajak Kakap, Ekonom Duga Ada Pengusaha Sponsori RUU Tax Amnesty Bergulir di DPR


Analis dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR), Gede Sandra mencurigai adanya kekuatan ‘gelap’ yang mendorong masuknya RUU Pengampunan Pajak dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, secara dadakan.

Alasannya, program pengampunan pajak alias tax amnesty sudah dua kali dijalankan pemerintah. Hasilnya, nol besar. Atau tidak memberikan penambahan yang signfikan terhadap penerimaan negara.

Sehingga wajar jika banyak kalangan mencurigai adanya kekuatan besar yang berhasil memenuhi DPR. Sehingga RUU Pengampunan Pajak dengan mudah diusulkan lewat Komisi XI DPR. Dan langsung disetujui Badan Legislatif (Baleg) DPR.

“Jangan sampai motif sebenarnya dari RUU Tax Amnesty ini, hanya untuk menghapus dosa-dosa para pengemplang pajak di periode sebelumnya. Mereka itu punya kekayaan yang super jumbo,” kata Gede, Jakarta, Jumat (22/11/2024).

Dalam catatannya, dua kali program tax amnesty diberlakukan, dan tidak ada keuntungan yang signifikan terhadap penerimaan negara. Misalnya, program tax amnesty jilid I untuk menghapus ‘dosa’ pajak para pengusaha sebelum 2016.

Serta program tax amnesty jilid II untuk menghapus ‘dosa’ pajak tahun 2016 sampai 2022. Dan bila tetap dijalankan, tax amnesty jilid III akan menghapus ‘dosa’ periode 2022 hingga 2024.

“Pertanyaan terpenting, siapa saja pengusaha hitam yang paling berkepentingan untuk menghapus dosanya di periode 2022 hingga 2024. Merekalah pasti yang mendorong RUU Pengampunan Pajak. Mereka sponsor-sponsornya,” tandasnya.

Ketimbang mendorong RUU Pengampunan Pajak, kata Gede, pemerintah sebaiknya memberlakukan pajak kekayaan atau wealth tax dan pajak karbon. Dari kedua jenis pajak ini, penerimaan negara bakal mendapatkan tambahan yang cukup jumbo. 

“Menurut perhitungan saya, dari pajak kekayaan 2 persen ditambah pajak karbon Rp100 per kg CO2e, negara berpotensi mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp152 triliun,” ungkap Gede.

Soal adanya RUU ‘titipan’ bergulir di DPR, bukan sekedar kabar burung atau hoaks. Anggota Baleg DPR asal Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay, pernah mengungkapkan adanya bau ‘wangi’ di RUU titipan.

Dalam rapat perdana Baleg DPR yang membahas evaluasi kinerja periode sebelumnya, Saleh mengungkit bagaimana rancangan undang-undang (RUU) beraroma titipan lebih banyak disahkan, ketimbang RUU yang masuk list Prolegnas justru tak rampung dibahas.

“Karena itu kita ini mengimbau kepada kita ini, tolong yang program legislasi nasional yang sudah disepakati, terutama yang antara kita dengan pemerintah ini, menjadi betul-betul program legislasi yang betul-betul memang kita perjuangkan,” kata Saleh, Senin (28/10/2024).

Jika suatu RUU memang tak ingin diperjuangkan, maka hal itu sebaiknya tak perlu dimasukkan ke dalam prolegnas. “Jangan seperti tiba-tiba muncul ide ‘udah bikin UU ini, dibuat’ ya kan, ada titipan dari luar, buat (UU), ada titipan dari mana, buat (UU),” ujar Saleh.

 

Exit mobile version