Prof Niam: Kaitkan Vasektomi dengan Bansos Itu Menyesatkan dan Wajib Dikoreksi


Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof KH Asrorun Niam Sholeh, menegaskan bahwa vasektomi tetap haram secara hukum Islam, kecuali dalam kondisi tertentu yang memenuhi syarat syar’i yang ketat. Hal ini disampaikan menyusul usulan kontroversial Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang ingin menjadikan vasektomi sebagai syarat bagi keluarga miskin untuk menerima bantuan sosial (bansos) dan beasiswa.

“Islam membolehkan KB sebagai pengaturan keturunan, tapi dengan syarat tidak melanggar syariat. Sementara vasektomi adalah pemandulan tetap, dan itu terlarang,” kata Kiai Niam, Senin (5/5/2025) dikutip dari laman resmi MUI.

Menurutnya, mengaitkan bansos dengan vasektomi adalah kebijakan yang keliru dan tidak dapat dibenarkan secara agama. “Kebijakan itu harus dikoreksi. Jika tetap dipaksakan, maka tidak boleh ditaati,” tegasnya.

Niam menekankan, kebijakan publik seharusnya diambil melalui kajian mendalam, bukan reaktif atau sekadar mengejar sensasi. Ia mengingatkan bahwa kebijakan semacam itu bisa menimbulkan kegaduhan dan menjadi beban politik bagi Presiden.

“Kebijakan publik tanpa kajian bisa tersesat. Jangan sampai niat baik malah kontraproduktif. MUI siap memberi masukan agar kebijakan berpihak pada kemaslahatan, bukan memicu resistensi,” ujarnya.

MUI sendiri telah membahas hukum vasektomi dalam berbagai forum resmi. Sejak Fatwa MUI 13 Juni 1979, hingga Ijtima Ulama Fatwa se-Indonesia tahun 2009 dan 2012, semua menyepakati bahwa vasektomi haram karena menyebabkan kemandulan permanen. Upaya penyambungan kembali (rekanalisasi) tidak menjamin kesuburan dapat pulih seperti semula.

Pada 2012, MUI memberikan ruang pengecualian dengan lima syarat ketat, yakni:

  1. Tidak bertentangan dengan syariat.
  2. Tidak menyebabkan kemandulan permanen.
  3. Ada jaminan medis bahwa rekanalisasi dapat berhasil.
  4. Tidak menimbulkan mudarat bagi pelakunya.
  5. Tidak menjadi bagian dari program kontrasepsi massal.

“Meski teknologi memungkinkan rekanalisasi, data medis menunjukkan tidak ada jaminan keberhasilannya. Maka, hukum haramnya tetap berlaku,” ujar Niam, yang juga pengasuh Pesantren An Nahdlah Depok.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah tidak mengampanyekan vasektomi secara terbuka, apalagi menyasarnya ke umat Islam. Menurutnya, transparansi informasi soal biaya, efek samping, dan risiko kegagalan sangat penting disampaikan secara objektif kepada publik.

MUI menegaskan bahwa kontrasepsi dalam Islam hanya dibenarkan dalam konteks tanzhim al-nasl (pengaturan keturunan), bukan tahdid al-nasl (pembatasan permanen). Alat kontrasepsi bukan untuk mencegah anak sebagai beban, apalagi dalih gaya hidup bebas yang menyimpang dari ajaran agama.

Exit mobile version