Prof Didik Sampaikan 5 Pemikiran Faisal Basri yang Relevan dengan Kondisi Saat Ini

Kalangan aktivis, ekonom dan akademisi merasa sangat kehilangan sosok Faisal Basri yang meninggal 5 September 2024. Masih banyak pemikiran dari ekonom kritis itu yang belum terwujud.
Ekonom senior yang juga pendiri Indef (Institute for Development of Economics and Finance), Prof Didik J Rachbini mencatat 5 pemikiran Faisal Basri yang cukup relevan untuk kondisi saat ini.
Catatan pertama Faisal adalah politik. Politik saat ini, menurutnya, tidak mungkin menghasilkan kebijakan yang berorientasi kepada pemerataan, keberpihakan kepada rakyat. Karena, pemerataan dan kerakyatan hanya menjadi jargon saja,” ungkap Prof Didik dalam diskusi publik daring bertema ‘Merekam Gagasan Faisal Basri’ di Jakarta, dikutip Sabtu (8/2/2025).
Menurut Faisal, kata dia, kebijakan ekonomi itu hanya derivasi dari kebijakan politik. Itu yang menyebabkan dia tidak percaya lagi kepada para politikus. “Tidak ada lagi yang namanya ’kontrak politik, semua sudah melakukan perselingkuhan politik yang kemudian dianggap wajar,” kata Prof Didik.
Kedua, lanjut Rektor Universitas Paramadina itu, Faisal menyatakan, pertumbuhan ekonomi 5 persen adalah pertumbuhan yang kurang berbasis model jangka menengah-panjang. Orientasinya hanya jangka pendek saja.
“Serta tidak punya nilai tambah, inovasi, dan lainnya. Sehingga untuk mencapai angka 7 persen hingga 8 persen, akan sangat susah. Pertumbuhan industri dikritik karena turun terus,” imbuhnya.
Ketiga, kata Prof Didik, Faisal mengkritik APBN dari segi income dan pengeluaran bermasalah. Sehingga kebijakan pemotongan anggaran saat ini, sudah tepat. Akan tetapi tidak tepat pada obyek anggaran yang dipotong. Seharusnya dicari pengeluaran yang benar-benar tidak efisien, itu yang dipotong.
“Jaman Pak Harto, meski anggaran hanya Rp30 triliun tapi berhasil membangun macam-macam pasar tradisionil, swasembada pangan, puskesmas, SD Inpres. Jalan yang meskipun hanya beralas kerikil tapi di dibangun di mana-mana. Kita ingat betul adanya revolusi colt-mitsubishi. Nah, sekarang anggaran Rp3.600 triliun-pun tidak cukup,” kata Prof Didik.
Keempat, Faisal mengkhawatirkan daya saing Indonesia yang terus melemah. Vietnam berhasil mengerek tinggi pertumbuhan ekonominya di rentang 7-7,5 persen, karena masuknya investasi besar-besaran, serta kuatnya inovasi. Tanah atau lahan di Vietnam juga tersedia, dan semua urusan investor lancar. “Kelima, perbankan kita bermasalah, dan hanya menyelamatkan diri sendiri,” pungkasnya.