Postecoglou: Saya Nggak Sombong, Tapi Tottenham Memang Harus Juara


Pelatih Tottenham Hotspur, Ange Postecoglou, menegaskan bahwa tekadnya membawa Spurs meraih trofi di musim keduanya bukanlah bentuk kesombongan. Hal itu ia sampaikan setelah sukses memimpin Tottenham menjuarai Liga Europa 2024/25, menaklukkan Manchester United 1-0 di final yang digelar di Stadion San Mamés, Bilbao, Kamis (22/5) dini hari WIB.

Gol tunggal Brennan Johnson di babak pertama menjadi penentu kemenangan dan mengakhiri penantian panjang Tottenham selama 17 tahun tanpa gelar. Namun yang tak kalah menarik adalah pernyataan Postecoglou usai laga. Pelatih asal Australia itu sempat viral dengan ucapan “saya selalu memenangkan sesuatu di musim kedua saya,” yang diucapkannya awal musim lalu.

Kini, setelah benar-benar mengangkat trofi Eropa pertamanya bersama Spurs, Postecoglou mengklarifikasi bahwa pernyataannya bukanlah bentuk arogansi.

“Izinkan saya klarifikasi,” katanya kepada media. 

“Saya tidak sedang menyombongkan diri saat itu. Saya hanya merasa, kami memang harus menang. Saya merasakannya di dalam. Klub ini sudah terlalu lama menjadi bahan lelucon,” sambungnya.

Postecoglou juga menyentil bahwa Tottenham kerap jadi sasaran kritik dan ejekan publik, tapi klub tidak cukup keras dalam memberikan pembelaan.

“Banyak orang menyerang klub ini. Saya merasa kami tidak cukup vokal untuk membela diri. Jadi, cara terbaik untuk melawan itu semua adalah lewat kemenangan,” ungkapnya.

Trofi Liga Europa ini bukan hanya mengakhiri puasa gelar, tetapi juga membuka pintu Tottenham kembali ke Liga Champions musim depan. Mereka juga diperkirakan akan mengantongi pemasukan lebih dari £100 juta dari partisipasi tersebut—suntikan besar untuk membangun skuad yang lebih kompetitif.

Postecoglou tampak emosional, sekaligus lega, karena berhasil mengakhiri puasa gelar klub selama 17 tahun.

“Saya masih mencerna semuanya. Saya tahu arti momen ini bagi klub. Semakin lama menunggu, semakin sulit memutus siklus itu,” ucapnya.

Ia mengaku bisa merasakan tekanan besar di tubuh klub jelang laga final.

“Saya bisa merasakan kegelisahan dari semua orang. Sampai kamu menyingkirkan beban itu, kamu tidak akan pernah tahu rasanya. Kami punya skuad muda, dan saya harap pengalaman ini mengubah cara mereka memandang diri mereka sendiri.”

Postecoglou juga menyinggung strategi di laga final. Ia merasa Spurs tampil disiplin secara organisasi dan siap menghadapi tekanan dari MU.

“Knockout football berbeda dari liga. Butuh organisasi, rencana yang jelas, dan momen krusial. Kami bisa saja lebih baik dalam transisi, tapi saya yakin jika kami unggul duluan, kami akan sulit dikalahkan. Dan itu terbukti.”

Dengan gelar ini, Postecoglou kini sejajar dengan manajer legendaris Tottenham seperti Keith Burkinshaw, dan berhasil mengukuhkan identitas barunya sebagai pelatih pembawa perubahan.

Kemenangan ini menjadi penegasan bahwa Tottenham tak lagi sekadar tim “nyaris juara”, melainkan tim yang tahu caranya menyelesaikan pekerjaan. Postecoglou menepati janji, bukan dengan kata-kata kosong, tetapi lewat piala di tangan.

Exit mobile version