News

Polda Riau Ungkap Kasus Perusakan Hutan Lindung 2.360 Ha jadi Kebun Sawit, Tetapkan Empat Tersangka


Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau membongkar praktik perambahan hutan secara ilegal di kawasan Kabupaten Kampar. Empat pria ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pengelolaan kebun kelapa sawit tanpa izin di kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Lindung Si Abu, tepatnya di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar.

Empat nama yang kini mendekam di jeruji adalah Muhammad Mahadir alias Madir (40), Buspami bin Toib (48), Yoserizal (43), dan M. Yusuf Tarigan alias Tarigan (50).

Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan mengungkapkan, para pelaku telah membuka lahan sawit ilegal seluas puluhan hektare dengan usia tanaman bervariasi, mulai dari 6 bulan hingga 2 tahun.

“Para tersangka membuka dan mengelola kebun sawit secara ilegal di kawasan hutan lindung. Ini jelas pelanggaran terhadap undang-undang kehutanan dan perusakan lingkungan hidup,” kata Irjen Herry dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (9/6/2025).

Ia menegaskan bahwa Polda Riau tidak akan mentolerir aksi perusakan lingkungan, apalagi yang mengancam kelestarian kawasan hutan. Penegakan hukum dilakukan bukan semata-mata demi hukum itu sendiri, tetapi untuk menyelamatkan masa depan ekosistem dan generasi mendatang.

Baca Juga:  Pesawat Presiden Ganti Warna, Komisi I DPR: Efisiensi tak Sasar Anggaran Perawatan

“Melindungi tuah, menjaga marwah, semangat yang menjadi landasan setiap langkah dalam upaya pelestarian lingkungan di Bumi Lancang Kuning,” ujar Herry menegaskan komitmen pihaknya.

Lebih lanjut, ia menyebut penegakan hukum dalam kasus kehutanan bukan sekadar menyentuh aspek legalitas lahan, namun menyangkut soal ekologi, perubahan iklim, hingga keamanan jangka panjang bagi masyarakat.

“Tindak pidana kehutanan bukan sekadar pelanggaran administrasi lahan, melainkan kejahatan yang berdampak sistemik terhadap ekologi, iklim, dan keselamatan generasi mendatang,” jelasnya.

Ungkap 21 Kasus

Polda Riau, sambung Herry, mengadopsi pendekatan Green Policing dalam menangani kejahatan lingkungan. Pendekatan ini menggabungkan aspek pencegahan, penindakan, serta sinergi dengan banyak pihak—mulai dari Dinas Lingkungan Hidup, Badan Pengelola Kawasan Hutan, akademisi, pegiat lingkungan, hingga jurnalis.

Baca Juga:  Peringatan Nakba, Ribuan Orang Ikut Aksi Bela Palestina di Kawasan Patung Kuda

“Sebanyak 21 kasus kehutanan telah kami tangani sepanjang tahun 2025. Total luas lahan terdampak 2.360 hektare,” ungkap Kapolda.

Sementara itu, Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan, menjelaskan peran masing-masing tersangka dalam kasus ini. Mulai dari sebagai pemilik, pengelola, hingga pihak yang ‘menghibahkan’ lahan lewat skema adat.

Para pelaku, lanjutnya, berusaha menyamarkan aktivitas ilegal dengan menggunakan berbagai dokumen administratif seperti surat hibah, kwitansi jual beli, dan perjanjian kerja.

“Mereka mencoba menyamarkan aktivitas ilegal ini dengan dokumen hibah dan surat adat. Tapi faktanya, seluruh aktivitas dilakukan di kawasan hutan lindung yang statusnya dilindungi oleh undang-undang,” kata Ade.

Ia menekankan bahwa penegakan hukum tidak hanya menyasar pelaku lapangan, tetapi juga aktor-aktor di balik layar yang mengambil keuntungan dari kerusakan lingkungan.

“Kami akan terus mengejar pihak-pihak yang terlibat, termasuk aktor intelektual atau pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari kegiatan ilegal ini. Penegakan hukum di bidang lingkungan hidup harus dilakukan secara menyeluruh, berkeadilan, dan memberikan efek jera,” tandasnya.

Baca Juga:  Tambang Gunung Kuda Cirebon Masuk Zona Rentan Tanah Bergerak

Dalam penggerebekan di lapangan, polisi juga menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya dokumen transaksi, surat hibah, peralatan pertanian, alat berat, hingga stempel milik lembaga adat.

Atas perbuatannya, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, junto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, serta Pasal 92 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara serta denda hingga Rp7,5 miliar telah menanti.

Polda Riau turut mengimbau masyarakat untuk ikut aktif menjaga kelestarian hutan dan melaporkan segala bentuk aktivitas ilegal yang dapat merusak lingkungan dan sumber daya alam.
 

Back to top button