Market

Jokowi Boleh Bangga Harga Pangan di Surabaya Turun, Pembelinya Ada Pak?


Saat kunjungan kerja (kunker) ke Pasar Soponyono Rungkut, Surabaya, Jawa Timur (Jatim), Presiden Jokowi menyebut harga bahan pangan turun. Artinya, inflasi bisa ditekan, tidak liar pergerakannya.

Tapi jangan senang dulu, meski harga pangan turun, bagaimana dengan omzet para pedagang di pasar itu? Jangan-jangan malah merosot, karena tak ada pembelinya. Dampak dari surutnya daya beli.

“Bawang merah yang biasanya di atas Rp40 ribu (per kilogram), tadi saya cek Rp25 ribu. Telur juga Rp24 ribu. Saya kira, harga pangan sebagian turun dan tidak ada yang naik,” kata Jokowi usai blusukan pasar di Surabaya, Jumat (6/9/2024).

Selanjutnya, Jokowi dengan wajah berseri-seri menyebut inflasi terkendali karena kenaikan harga pangan yang dikhawatirkan, tidak terjadi. “Saya kira baik ya. Jadi inflasi kita, terutama pangan, itu pada kondisi yang baik,” ucap Jokowi.

Baca Juga:  BRI Liga 1 2024/2025 Ditutup Dengan Sukses, BRI Buktikan Sepak Bola Sebagai Sarana Sinergi Pemberdayaan Olahraga dan UMKM

Jokowi meyakini, penurunan harga bahan pangan ini, bakalan bertahan lama. Karena, persediaan bahan pangan di tingkat pedagang, sangat mencukupi.

“Jadi kalau inflasi berada di posisi deflasi selama empat bulan, saya kita memang karena pasokannya cukup dan distribusinya baik. Saya cek di lapangan memang keadannya seperti itu,” papar Jokowi.

Awal pekan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan adanya deflasi selama 4 bulan berturut-turut. Pada Mei, deflasinya 0,03 persen secara bulanan (month to month/mtm). Bulan berikutnya, deflasinya 0,08 persen, Juli 0,18 persen dan Agustus kembali ke level 0,03 persen (mtm).

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini menduga, fenomena ini menunjukkan anjloknya konsumsi masyarakat. Duduga kuat, masyarakat menahan belanja alias hidup ‘ngirit’.

Baca Juga:  Sulitnya Berburu Pajak E-Commerce, Ekonom Sarankan DJP Bidik Penyedia Platform

“Untuk menjaga daya beli, khususnya untuk konsumsi makanan maka diduga rumah tangga akan menahan konsumsi nonmakanan, sehingga terlihat pada turunnya permintaan atau demand konsumsi nonmakanan,” ungkap Pudji, Jakarta, Senin (2/9/2024).

Pudji menjelaskan, fenomena deflasi dalam empat bulan terakhir, lebih ditunjukkan dari sisi suplai atau penawaran.

Panen beberapa komoditas pangan dan hortikultura, seperti bawang merah yang tengah masuk masa panen raya, dan juga turunnya biaya produksi berhasil mendorong deflasi komoditas telur ayam ras dan daging ayam ras.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, melihat, deflasi 4 bulan ini, berpeluang lanjut hingga Oktober 2024. Hal itu dipicu rendahnya permintaan, kemudian ditambah melandainya harga pangan.

Baca Juga:  Dukung Penguatan Daya Beli, Garuda Berikan Diskon Tiket Mulai Besok

“Kelas menengah yang jumlahnya menyusut membuat demand pull inflation-nya kecil,” ungkap Bhima.

Bhima melanjutkan, deflasi bukan indikator perekonomian yang baik di negara yang memiliki 47,8 juta orang kelas menengah. Negara berkembang yang mengalami deflasi menunjukkan kondisi konsumsi rumah tangganya melemah. “Deflasi jadi sinyal ekonomi sulit tumbuh di atas 5 persen,” ujarnya. 

Back to top button