News

Pesan Menteri Imipas ke Hotman: Imigrasi tak Punya Kewajiban Beri Tahu Nadiem Makarim


Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, menegaskan bahwa lembaganya tidak memiliki kewajiban untuk memberikan informasi terkait pencegahan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim bepergian ke luar negeri, baik kepada yang bersangkutan maupun kuasa hukumnya.

Pernyataan ini merespons keheranan kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris, yang mengaku kliennya tidak diberitahu mengenai pencegahan tersebut.

“Nggak ada kewajiban kita untuk memberitahukan kepada yang bersangkutan,” kata Agus melalui keterangannya kepada wartawan, Minggu (29/6/2025).

Agus menjelaskan bahwa pencegahan dilakukan atas permintaan Kejaksaan Agung untuk kebutuhan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun anggaran 2019–2022.

“Kita cekal (cegah-tangkal) sesuai permintaan dari APH (aparat penegak hukum),” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Hotman menyebut kliennya belum menerima informasi terkait pencegahan tersebut dan tengah menunggu langkah selanjutnya dari Kejagung, khususnya terkait pemanggilan kembali.

“Klien [Nadiem Makarim] belum tahu tentang itu. Menunggu saja what next,” ujar Hotman, Jumat (27/6/2025).

Ia juga menegaskan bahwa Nadiem siap mematuhi seluruh aturan yang berlaku.

Kejaksaan Agung diketahui telah mencegah Nadiem Makarim bepergian ke luar negeri. Pencegahan berlaku sejak 19 Juni 2025 hingga 19 Desember 2025, dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan. Surat pencegahan diterbitkan setelah Kejagung mengajukan permohonan kepada Ditjen Imigrasi.

Baca Juga:  Termasuk Dua Budi, Empat Menteri Ini Diprediksi Kena Reshuffle

“Iya, sejak 19 Juni 2025 untuk 6 bulan ke depan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (27/6/2025).

Pencegahan dilakukan agar Nadiem bersikap kooperatif selama proses pemeriksaan oleh penyidik Jampidsus terkait dugaan korupsi pengadaan Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019–2022.

“Alasannya untuk memperlancar proses penyidikan,” ucap Harli.

Nadiem sebelumnya telah diperiksa selama hampir 12 jam pada Senin (23/6/2025), dengan 31 pertanyaan yang diajukan penyidik. Ia kemungkinan akan kembali diperiksa karena masih ada sejumlah berkas yang belum lengkap serta beberapa pertanyaan yang belum disampaikan.

Penyidikan juga menelusuri hubungan antara Nadiem dan pihak Google, terutama terkait penawaran pengadaan Chromebook.

“Ada hubungan-hubungan seperti penawaran yang dilakukan oleh pihak Google dan sebagainya terkait dengan Chromebook itu yang masih dibicarakan,” ucap Harli.

Penyidik turut mendalami peran Nadiem dan staf khususnya, termasuk Fiona Handayani dan Jurist Tan, dalam dugaan pemufakatan jahat terkait pengkondisian kajian teknis pengadaan Chromebook.

Baca Juga:  Warganet Ramai-ramai Sentil Job Fair Pemprov Jakarta, Berkali-kali Ikut Hasilnya Nihil

Diketahui, Nadiem memimpin rapat bersama jajaran Kemendikbudristek dan pihak terkait pada 6 Mei 2020. Rapat tersebut menjadi salah satu dasar kebijakan pengadaan Chromebook, meski kajian awal pada April 2020 merekomendasikan penggunaan laptop berbasis Windows. Kajian itu kemudian berubah pada Juni 2020 dan diarahkan untuk menggunakan Chromebook.

“Namun sebelum itu ada rapat tanggal 6 Mei 2020 dan oleh penyidik ini yang akan didalami. Nah tentu ada kaitannya juga dengan bagaimana peran dari para stafsus,” lanjut Harli.

Penyidik juga menggali komunikasi antara Nadiem dengan Fiona dan Jurist Tan terkait penyusunan kajian teknis tersebut.

“Nah itu yang saya sampaikan tadi bahwa ada banyak informasi yang dilakukan cross-check oleh penyidik ya. Kita kan mendapatkan berbagai informasi di lalu lintas percakapan di barang bukti elektronik ya, dan ini juga yang dikonfirmasi kepada yang bersangkutan (Nadiem). Lalu kaitannya dengan Stafsus juga,” katanya.

Fiona telah diperiksa dalam dua kesempatan, yakni pada Selasa (10/6/2025) dan Jumat (13/6/2025), terkait bukti percakapan. Sementara itu, Jurist Tan belum memenuhi tiga kali panggilan pemeriksaan.

“Tapi kita tahu bahwa salah seorang Stafsus kan belum hadir kan,” ujar Harli.

Baca Juga:  Usai OPM Bunuh Satu Prajurit, TNI Tutup Seluruh Akses di Wilayah Jayawijaya

Sebagai informasi, Kejagung telah meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Proyek pengadaan Chromebook berlangsung saat Nadiem menjabat sebagai Mendikbudristek.

Berdasarkan konstruksi perkara, pada 2020 Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk satuan pendidikan dasar hingga menengah guna mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Namun, uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019 menemukan sejumlah kendala, termasuk ketergantungan pada jaringan internet stabil yang belum merata di seluruh Indonesia.

Kajian awal dalam dokumen Buku Putih semula merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows. Namun, kemudian diubah menjadi ChromeOS/Chromebook. Tim teknis diduga diarahkan untuk menyusun kajian teknis yang mengunggulkan Chromebook secara tidak objektif.

“Berdasarkan uraian peristiwa tersebut, Tim Penyidik telah menemukan suatu peristiwa tindak pidana korupsi. Sehingga Tim Penyidik pada JAM PIDSUS menaikkan status penanganan perkara dugaan korupsi pada Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Dikbudristek) dalam Program Digitalisasi Pendidikan Tahun 2019–2022 dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan,” ujar Harli, Senin (26/5/2025).

Back to top button