Penyidik KPK Alami Langsung Perintangan Hasto, Ngawur jika Disebut Saksi De Auditu

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi protes tim kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang keberatan atas dihadirkannya penyidik Rossa Purbo Bekti Cs dalam persidangan.
Tim hukum Hasto menilai, para penyidik itu merupakan saksi de auditu, yakni saksi yang memberikan keterangan berdasarkan informasi dari pihak lain, bukan dari pengalaman atau pengamatan langsung.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa kehadiran para penyidik dalam persidangan sudah tepat karena mereka merupakan saksi fakta yang mengalami langsung dugaan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku, khususnya dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Januari 2020 lalu.
“Sehingga tentu tepat JPU KPK menghadirkan para saksi dari penyidik KPK, baik penyidik terkait perkara HM ataupun penyidik yang terkait dalam kegiatan tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Januari 2020 lalu,” ujar Budi di Jakarta, dikutip Sabtu (10/5/2025).
“Sehingga dari fakta-fakta persidangan tersebut kita bisa melihat terkait dengan upaya-upaya perintangan atau penghalangan dalam penyidikan perkara dimaksud,” sambungnya.
Budi menegaskan, jaksa penuntut umum KPK akan mencermati kesaksian para penyidik untuk membuktikan dugaan perintangan penyidikan oleh Hasto. Kesaksian itu, kata dia, akan dinilai secara objektif oleh Majelis Hakim Tipikor yang dipimpin Rios Rahmanto Cs sebagai bahan pertimbangan dalam menjatuhkan putusan nanti, apakah Hasto bersalah atau tidak.
“Tentu JPU juga akan mencermati setiap keterangan yang disampaikan oleh para saksi, dan KPK juga meyakini hakim tentunya juga akan melihat secara objektif fakta-fakta dalam persidangan tersebut,” katanya.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Hasto menyatakan keberatan atas kehadiran tiga penyidik dan penyelidik KPK sebagai saksi dalam perkara dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI dan perintangan penyidikan. Mereka adalah Rossa Purbo Bekti, Rizka Anungnata, dan Arif Budi Raharjo—penyidik yang menangani kasus Harun Masiku sejak OTT pada Januari 2020.
Keberatan itu disampaikan langsung oleh pengacara Hasto, Maqdir Ismail, yang menginterupsi jalannya sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat, 9 Mei 2025.
“Kalau mereka akan menjadi verbalisan (saksi penyidik), keterangan mana yang akan mereka bantah? Menurut khidmat kami, ini sangat-sangat tidak tepat mereka menjadi saksi dalam perkara ini,” tegas Maqdir.
Ia berpendapat, saksi yang dihadirkan seharusnya adalah mereka yang melihat atau mendengar langsung suatu peristiwa, sebagaimana diatur dalam Pasal 153 KUHAP. Maqdir menduga keterangan para penyidik itu hanya didasarkan pada informasi dari pihak lain.
“Tetapi keterangan yang akan mereka sampaikan adalah keterangan de auditu (didengar dari pihak lain),” sebutnya.
Menurutnya, kehadiran mereka justru berpotensi melanggar KUHAP, sehingga ia dan tim penasihat hukum Hasto menyampaikan penolakan.
Namun jaksa KPK tetap bersikukuh bahwa ketiga penyidik adalah saksi fakta yang relevan untuk menjelaskan dugaan perintangan penyidikan dalam kasus Hasto, termasuk saat peristiwa OTT.
“Untuk menjelaskan fakta kejadian pada waktu itu dan juga fakta terintanginya atau terhalanginya penyidikan perkara Harun Masiku,” jelas jaksa.
Maqdir kembali memprotes, menyebut bahwa kesaksian para penyidik justru menyalahkan pihak-pihak yang belum pernah diperiksa.
“Salah satu di antaranya, keterangan para saksi ini, mereka menyalahkan orang lain tentang perintangan penyidikan ini dan orang-orang itu tidak pernah diperiksa,” tegas Maqdir.
Menanggapi perdebatan tersebut, Hakim Rios menyatakan telah memahami maksud keberatan dari kubu Hasto. Namun ia menegaskan bahwa pemeriksaan para penyidik tetap akan dilakukan sebagai bagian dari proses pembuktian.
“Sehingga kita dengarkan saja proses pembuktian. Namun penilaian atas bukti nanti, silakan Saudara dalam pledoi, penuntut umum dalam tuntutan, dan hakim dalam putusannya. Begitu jawaban dari majelis,” ucap Rios.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa melakukan perintangan yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Jaksa menilai Hasto memerintahkan Harun Masiku menenggelamkan ponselnya saat OTT KPK 2020. Ia juga diduga memerintahkan stafnya, Kusnadi, membuang ponsel saat dirinya diperiksa di Gedung Merah Putih KPK pada Juni 2024.
Tak hanya itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Uang itu diduga diberikan bersama-sama oleh Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio, agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme PAW.
Atas perbuatannya, Hasto juga didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP.