News

Penggusuran Rumah di RSJ Grogol, DPRD Jakarta Minta Rumah Sakit Adil


Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Bun Joi Phiau merespons penggusuran rumah warga di Jalan Satria I, Jelambar, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat oleh pihak RS Soeharto Heerdjan atau RSJ Grogol.

Ia meminta RS Soeharto Heerdjan untuk bertindak secara adil, terutama dalam soal ganti rugi dan memastikan tempat tinggal sementara bagi warga yang terdampak.”Pihak yang berwenang juga harus adil, paling tidak memastikan warga yang terdampak mendapatkan tempat tinggal sementara,” kata Bun Joi saat dihubungi inilah.com, Jumat (28/2/2025).

“Soal penertiban ini merupakan hal sensitif, menyangkut banyak faktor yang tidak mudah untuk dihadapi baik oleh pihak rumah sakit maupun warga yang ada,” ucapnya.

Sebagai informasi, kericuhan terjadi antara warga RT 1 dan RT 2 dengan aparat dari Satpol PP, petugas sekuriti dan kebersihan RS Soeharto Heerdjan di Jalan Satria I, Jelambar, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, pada Rabu (26/2).

Baca Juga:  Rangkaian Prosesi Pemakaman Paus Fransiskus, Dihadiri Peziarah-Pemimpin Dunia

Keributan itu lantaran adanya penertiban yang dilakukan oleh pihak RS Soeharto Heerdjan terhadap warga yang telah bermukim selama berpuluh-puluh tahun di sekitar rumah sakit. RS Soeharto Heerdjan merupakan RS jiwa milik Kemenkes RI. Total 51 rumah yang akan digusur.

Sejumlah warga sempat menunjukkan beberapa bukti surat Eigendom Verponding (surat kepemilikan hak atas tanah yang dikeluarkan pada zaman kolonial Belanda). Namun, bukti yang bukti yang diberikan tak dapat menghalau penggusuran tersebut.

Derita Warga Korban Penggusuran

Sejumlah warga yang terdampak penggusuran mengakh telah tinggal berpuluh-puluh tahun di Jalan Satria I.

Roosye (80) mengaku telah tinggal selama lebih dari 50 tahun. Ia pertama kali menempati rumah dinas bersama suaminya yang merupakan pegawai rumah sakit pada tahun 1963.

Baca Juga:  KJRI Istanbul: Belum Ada Laporan WNI yang Jadi Korban Gempa Turki

“Saya nikah, suami saya perawat di sini, saya nempatin di depan rumah dinas, kita tidak pernah bayar apa-apa. Itu benar-benar 100 persen rumah dinas,” kata Roosye ketika ditemui wartawan di lokasi penggusuran, Rabu (26/2/2025).

Namun, pada tahun 1971, Roosye dan suaminya dipindahkan dari rumah dinas ke bangunan yang berada tak jauh di belakang rumah sakit. Bangunan itu ia temui dalam kondisi yang tak layak, sebelum akhirnya diperbaiki.

Roosye yang menjadi salah satu korban penggusuran hanya diberikan uang ganti rugi Rp1juta oleh pihak rumah sakit. Menurutnya, jika merujuk pada aturan, tanah yang telah ditelantarkan oleh negara lebih dari 20 tahun seharusnya sudah menjadi milik masyarakat.

Baca Juga:  Titiek Soeharto Benarkan Wacana Perum Bulog di Bawah Presiden, Masuk Lewat RUU Pangan

Sementara itu, Direktur Perencanaan Keuangan dan Layanan Operasional RS Soeharto Heerdjan, Evi Nursafinah, mengaku penertiban itu dilakukan sesuai dengan perintah yang telah diberikan Kementerian Kesehatan. Menurutnya, pihaknya juga telah memberikan surat peringkatan berungkali kepada warga agar berpindah dari lokasi tersebut.

“Jadi, amanat dari Kementerian Kesehatan untuk menertibkan aset negara, mengamankan dan menertibkan aset negara,” ujar dia.

Selain itu, ia mengatakan, pihaknya punya bukti sah kepemilikan atas tanah seluas 6,4 hektar berupa Sertifikat Hak Pakai (SHP).

Lebih lanjut, ia menyebutkan, warga yang terdampak akan dipindahkan ke rumah susun yang berada di sekitar kawasan Daan Mogot. Pihak RS juga akan memberikan uang kerahiman senilai Rp 1 juta kepada warga terdampak.
 

Back to top button