News

Pengamat Sebut Menteri tak Berkapabilitas dan Tersangkut Hukum Layak Dicopot, Maksudnya Budi Arie?


Peneliti Indikator Politik Bawono Kumoro menilai reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto. Meski begitu, ia menilai tentu reshuffle perlu dilakukan apabila para menteri sudah tak lagi memiliki kapabilitas dan integritas.

“Kapabilitas sangat terkait dengan kemampuan dari seorang menteri, apakah mampu memenuhi target diberikan Presiden selama enam bulan pemerintahan ini,” ujar Bawono kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (24/5/2025).

Sementara integritas, lanjutnya, tentu saja juga berkaitan dengan apakah seorang menteri tersebut, tersangkut kasus hukum atau melakukan tindakan tercela.

“Jadi dua hal itu harus menjadi pertimbangan utama Presiden Prabowo Subianto apabila nanti akan melakukan reshuffle kabinet, terlepas siapa menteri-menteri akan diganti dalam reshuffle itu,” tandasnya.

Asal tahu saja, anggota kabinet yang sedang terseret kasus saat ini adalah Menteri Koperasi Budi Arie. Saat dia masih menjabat sebagai Menkominfo disebut meminta jatah 50 persen dari hasil praktik pengamanan situs judol. Hal ini terungkap dalam surat dakwaan terhadap sejumlah eks pegawai Kemenkominfo yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).

Baca Juga:  Kapolda Metro Minta Warga Korban Ormas Segera Lapor

Para terdakwa dalam kasus ini adalah Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhjiran alias Agus. Dalam dakwaan, jaksa menyebut bahwa Budi Arie meminta Zulkarnaen mencarikan orang untuk mengumpulkan data situs judol. Zulkarnaen lalu memperkenalkan Adhi Kismanto, yang meski tidak memiliki gelar sarjana, tetap diterima bekerja atas atensi langsung menteri.

Adhi disebut terlibat dalam penyaringan daftar pemblokiran situs, agar situs yang telah membayar tidak ikut diblokir. Praktik ini melibatkan beberapa pegawai internal dan pihak eksternal, dengan pembagian keuntungan yang disebut menjadikan Budi Arie sebagai penerima terbesar.

“Terdakwa dan para pelaku sepakat membagi hasil. Sebesar 50 persen diberikan kepada Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi,” bunyi surat dakwaan.

Baca Juga:  Pesawat Presiden Ganti Warna, Komisi I DPR: Efisiensi tak Sasar Anggaran Perawatan

Zulkarnaen juga disebut kerap menggunakan kedekatannya dengan Budi Arie untuk meyakinkan pihak lain terkait keamanan praktik tersebut.

“Saya teman dekat Pak Menteri,” tutur Zulkarnaen kepada salah satu terdakwa lain, sebagaimana tertuang dalam dakwaan.

Ketika praktik sempat terhenti pada April 2024, Zulkarnaen disebut menemui Budi Arie di rumah dinas Menkominfo di kawasan Widya Chandra, Jakarta, untuk meminta restu melanjutkan praktik. Permintaan tersebut disebut disetujui.

“Terdakwa kemudian menemui Menteri Budi Arie Setiadi di rumah dinas Widya Chandra dan mendapatkan restu untuk melanjutkan praktik,” bunyi dakwaan.

Dalam dakwaan juga disebutkan bahwa situs yang diamankan dari pemblokiran mencapai lebih dari 10 ribu, dengan perputaran dana mencapai puluhan miliar rupiah.

Baca Juga:  Trump Ancam Tarif 25% untuk Apple jika Memproduksi iPhone di Luar AS

Menanggapi dakwaan tersebut, Budi Arie membantah keterlibatannya dalam praktik pengamanan situs judol. “Itu adalah narasi jahat yang menyerang harkat dan martabat saya pribadi. Itu sama sekali tidak benar,” ujar Budi Arie dalam pernyataan tertulis, Senin (19/5/2025).

Budi Arie berharap publik bisa melihat perkara ini secara jernih dan menyerahkan proses kepada penegak hukum untuk diselesaikan secara adil dan profesional.

Back to top button