News

Pemisahan Pemilu Nasional dengan Lokal Dinilai akan Jadi Ajang Rebutan Kontestasi


Ketua Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El Guyanie menyebut terdapat dampak positif dan negatif soal putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK). Diketahui, MK baru saja memutuskan tak ada lagi keserentakan antara pemilu nasional dan lokal.

“Sisi negatif dari putusan MK ini yang perlu diantisipasi adalah kemungkinan capres-cawapres yang kalah di 2029, atau caleg DPR RI di 2029 yang gagal, akan maju di 2031 berebut kursi kepala daerah atau DPRD,” kata Gugun, Jumat (27/6/2025).

Ia menambahkan, hal itu berdampak menutup peluang kader-kader lokal yang seharusnya berpeluang mengisi rotasi kepemimpinan daerah.

Di sisi positif, Gugun mengatakan putusan ini menjadi angin segar bagi partai politik, untuk melakukan kaderisasi yang maksimal.

Baca Juga:  Usai Fiona, Kejagung Bakal Panggil Eks Stafsus Nadiem Jurist Tan dan Ibrahim Arief Besok

“Dampak positif terutama untuk institusionalisasi partai politik, mereka punya waktu dan energi untuk melakukan kaderisasi kepemimpinan, baik di tingkat nasional dan lokal,” ujarnya.

Pada tahun 2029 ini, ia melanjutkan partai politik bisa menyiapkan kaderisasi untuk calon presiden dan wakil presiden. Selain itu, juga menyiapkan calon anggota DPR RI secara matang dan berkualitas.

“Jeda 2 tahun atau 2,5 tahun berikutnya, sembari melakukan evaluasi kader-kader di tingkat nasional, parpol menyiapkan pesta demokrasi lokal, menyiapkan calon kepala daerah. Dengan siklus pemilu yang teratur begini, parpol menjadi lebih sehat, menjadi ‘kawah candradimuka’ pengaderan calon pemimpin yang berintegritas,” tuturnya.

Dampak positif lainnya yakni manajemen keuangan partai politik bisa dikelola dengan baik. Gugun menyayangkan pada tahun 2024, parpol kesulitan mengelola pendanaan politik, untuk pemilu dan pilkada dalam waktu berdekatan.

Baca Juga:  Polisi Akhirnya Tahan Petinggi Hanura Jateng terkait Kasus Pornografi

“Dampaknya di tahun 2024, korupsi politik untuk pendanaan kampanye tidak bisa dibendung. Pejabat publik terutama yang berasal dari kader parpol, menjadi ATM bagi parpol untuk setor pendanaan politik. Akibatnya pemilu dan Pilkada 2024 menyeret anggaran negara secara melawan hukum, jual beli izin tambang, ijin proyek infrastruktur, dan lainnya,” beber Gugun.

Back to top button