Pemerintah mengingatkan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama), BUMN serta kontraktor EPC (Engineering, Procurement, and Construction), wajib menjalankan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Jika tidak, siap-siap dikenai sanksi.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana menegaskan komitmen tersebut. Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
“Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) produsen dalam negeri, dan penyedia barang dan/atau jasa yang melakukan pengadaan barang dan/ atau jasa pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, wajib menggunakan, memaksimalkan dan memberdayakan barang, jasa, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri,” ujar Dadan yang juga saat ini menjabat Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, dikutip Selasa (14/1/2025).
Kementerian ESDM dan SKK Migas, kata Dadan, berkomitmen untuk memberikan sanksi dan sanksi administrasi bagi KKKS yang tidak menjalankan kewajiban TKDN. Baik dalam penggunaan barang, jasa serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dari dalam negeri.
Pernyataan Dadan mengingatkan seluruh pihak untuk menjalankan kewajiban TKDN. Termasuk dugaan pelanggaran terhadap kewajiban TKDN dalam proyek EPC South Sonoro KKKS JOB Pertamina Medco E&P Tomori di Sulawesi Tengah yang dilaksanakan Konsorsium Kontraktor EPC PT Timas Suplindo dan PT Pratiwi Putri Sulung.
Sebuah perusahaan dalam negeri yakni PT Daeshin Flange Fitting Industri telah menyampaikan protes dengan menyurati konsorsium Timas-Pratiwi pada 27 Agustus 2024 yang kemudian terjadi pertemuan klarifikasi pada 18 Oktober 2024.
Namun karena belum mendapatkan jawaban sesuai aturan perundang-undangan, maka pada 28 Oktober 2024, PT Daeshin kembali mengirim surat kepada GM Subholding Upstream Regional 4 Zona 13.
Surat tersebut juga ditembuskan ke berbagai pihak terkait, di antaranya kepada Menteri ESDM, Menteri Perindustrian, Menteri BUMN, Kepala SKK Migas, Dirut Pertamina, dan Dirut PHE. Namun surat itu tidak direspon oleh pejabat terkait, dan terkesan didiamkan begitu saja.
Ternyata, proyek milik PT Pertamina Energy Terminal (PET), anak usaha sub holding PT Pertamina International Shipping (PIS) yakni pembangunan Terminal Rerigerated LPG di Tuban, Jawa Timur, diduga tak memenuhi kewajiban TKDN. proyek ini digarap PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang berkonsorsium dengan Japan Gas Corporation (JGC) yang bertindak sebagai kontraktor EPC.
Industri sektor industri hilir yang mengolah gas menjadi pupuk pun diduga tak menjalankan kewajiban TKDN. Proyek Pusri IIIB yang digarap PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, misalnya, diduga masih menggunakan produk impor seperti produk pipa carbon steel & welded pipe.
Hal ini terungkap dari surat perusahaan dalam negeri, PT Trimitra Wahana Sukses (TWS) ke Dirut PT Pusri Palembang, Daconi Khotob pada 6 Januari 2025. Di mana, PT TWS menemukan kontraktor proyek, yaitu konsorsium But Wuhuan Engineering Co Ltd dan PT Adhi Karya (Persero) menggunakan produk impor.
Proyek pembangunan Pusri III B senilai Rp10,5 triliun itu, lebih banyak mengunakan produk pipa baja karbon dan pengelasan pipa impor. Padahal, produk dalam negeri cukup memadai.
Praktik impor tersebut juga tidak selaras dengan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan penggunaan produk dalam negeri (P3DN). “Segera kami tindaklanjuti dg memanggil BUMN yg bersangkutan,” kata Kepala P3DN Kementerian Perindustrian, Heru Kustanto.