Market

Pelaku UMKM tak Perlu Gaduh dengan PPh 22, Kemenkeu: Omzet di Bawah Rp500 Juta Bebas


Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nahan Kacaribu menyebut, penerapan pajak penghasilan (PPh) 22 untuk toko online alias e-commerce, bukan barang baru.

Sebelumnya sempat gaduh atas penerapan aturan pajak ini, karena akan memberatkan pedagang UMKM yang menggantungkan nasib dari platform digital untuk memasarkan barangnya.

Febrio menyampaikan, pungutan PPh 22 ini, sudah diterapkan di berbagai platform digital, mulai Google, Netflix dan sebagainya. Melalui kebijakan ini, Kemenkeu ingin menambah kemitraan dengan e-commerce sebagai pemungut bagi pajak. “Jadi ini bukan pajak baru, ini adalah pajak yang apa adanya,” kata dia.

Disampaikan Febrio, dalam kebijakan ini bagi pedagang e-commerce yang memiliki penghasilan di bawah Rp500 juta dalam satu tahun tidak dikenakan pungutan.

Baca Juga:  Sembilan Tahun Terkatung-katung, Menko Airlangga Sampaikan Kabar Baik Perundingan IEU-CEPA

Lebih lanjut, menurutnya, kebijakan ini merupakan upaya pihaknya untuk melakukan perbaikan administrasi agar lebih patuh dalam membayar pajak. “Tentunya reform ini akan menjadi bagian dari target penerimaan setiap tahunnya,” kata di Jakarta, Sabtu (28/6/2025).

Febrio benar. Aturan tax compliance ini merujuk pada perilaku wajib pajak (orang pribadi maupun badan) untuk memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Kepatuhan pajak diukur melalui dua indikator, yakni kepatuhan formal dan kepatuhan materiil. “Kan ini bagian dari administrasi, jadi setiap tahun pasti kita akan melakukan perbaikan-perbaikan administrasi supaya meningkatkan kepatuhan pajak,” ujar Febrio.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan buka suara soal rencana pungutan pajak penghasilan (PPh) 22 pedagang di niaga elektronik (e-commerce).

Baca Juga:  Kakak Menkeu Era SBY Ditunjuk Jadi Komisaris Krakatau Steel

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (26/6) menjelaskan, rencana penunjukan lokapasar (marketplace) sebagai pemungut PPh 22 atas transaksi merchant di Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting).

Bila sebelumnya mekanisme pembayaran PPh dilakukan secara mandiri oleh pedagang daring (online), diubah menjadi sistem pemungutan pajak yang dilakukan oleh lokapasar sebagai pihak yang ditunjuk.

“Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar pajak penghasilan, namun justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan, karena proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan,” kata Rosmauli.

Baca Juga:  Endus Praktik Mafia Pangan di Gudang Beras Cipinang, Mentan Amran Murka

 

 

 

Back to top button