Pasokan Gas di Jaringan SSWJ Terganggu, KESDM Ngotot Lanjutkan Program HGBT

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung memastikan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang berakhir 2024, bakal dilanjutkan. Hanya saja, harga gasnya tidak lagi sama, alias naik.
Yuliot bilang, ada dua skema berbeda yang menentukan besaran HGBT. Rencananya, Harga gas untuk bahan baku ditetapkan US$6 per MMBTU. Sedangkan harga gas untuk sumber energi ditetapkan US$ 7 per MMBTU. “Itu harga HGBT untuk bahan baku sekitar US$ 6, sementara untuk bahan bakar itu sekitar US$ 7,” kata Eliot di DPR, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Bisa jadi, penetapan dua harga gas ini yang naik ini, karena anjloknya pasokan gas yang terdistribusi lewat jaringan South Sumatera-West Java (SSWJ). Seperti diakui Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (Persero/PGN) Tbk, Ratih Esti Prihatini.
“Selain itu, apabila terdapat gangguan dari pemasok gas pipa, kami telah menyiapkan LNG untuk menjaga pengaliran kepada pelanggan tidak terjadi kendala,” kata Ratih, Jakarta, Rabu (22/1/2025).
Informasi saja, linepack berada di level 780 mmscf, di bawah batas minimum 800 mmscf. Situasi ini memengaruhi tekanan jaringan pada pipa, yang berpotensi berdampak kepada pelanggan besar, seperti PLN IP Priok dan PLN Muara Tawar.
Saat ini, pelaku industri nasional tengah menantikan langkah strategis PGN dalam menghadapi kondisi kritis akibat ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan gas bumi. Saat ditanya apakah upaya menyiapkan LNG untuk menjaga suplai, telah disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Ratih menjawab, sudah diinformasikan.
Sekretaris Perusahaan PGN, Fajriyah Usman, Kamis (23/1/2025) menambahkan, PGN telah menyampaikan informasi terkait tantangan dan strategi bisnis dalam berbagai keterbukaan informasi. “Silakan dicek saja di website IDX, ya. Kami juga rutin mengadakan analyst briefing dan pertemuan dengan publik (investor dan media) setiap triwulan,” ujarnya.
Namun, bagaimana dengan kesiapan PGN dalam menjamin tidak akan menerapkan kuota pembatasan konsumsi gas bagi pelanggan industri selama 6 bulan ke depan? Terutama sepanjang Ramadan higga Lebaran, serta kesiapan mengganti kerugian akibat gagal pasok gas?
Fajriyah menjelaskan, volume gas yang disalurkan PGN sangat dipengaruhi pasokan gas dari hulu migas. “Kami menjaga reliabilitas fasilitas transmisi dan distribusi agar penyaluran gas dapat berjalan dengan baik untuk pelanggan,” jawabnya singkat.
PGN Dituntut Lebih Transparan
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mengatakan, PGN seharusnya transparan terkait sumber pasokan LNG untuk menambal kekurangan pasokan gas dari lapangan Medco Grissik. Berapa volume serta jangka waktunya.
“Saat pasokan gas berkurang, pelanggan yang awalnya mendapat 100 persen kini hanya menerima 45 persen. Sedangkan, sisanya dipasok dengan LNG. Masalahnya, harga LNG jauh lebih mahal, yaitu 16,7 dolar AS per MMBTU, sementara harga gas pipa hanya 10 dolar AS,” jelas Yusri.
Namun, Yusri mengungkapkan, realisasi suplai LNG belum mencapai 55 persen sebagaimana dinyatakan PGN dalam surat kepada pelanggan pada 30 Desember 2024.
“Faktanya, LNG yang disalurkan baru sekitar 10-15 persen, sementara sisanya tetap gas pipa. Jika benar, maka praktik ini sangat merugikan pelanggan. Karena mereka ditagih tarif LNG yang sebenarnya tidak disalurkan,” tegasnya.
Yusri mencontohkan, jika kontrak volume pelanggan adalah 10 MMSFD, maka dengan ketentuan 45 persen gas pipa, dan 55 persen LNG, pelanggan harus membayar 136,85 dolar AS. Padahal, jika realisasi LNG hanya 10-15 persen, pelanggan tidak perlu membayar semahal itu.
“Bisa dituduh PGN seolah-olah menjual LNG, padahal pasokannya jauh di bawah klaim mereka, kesan ini harus dihindari” tambah Yusri.
Ia menekankan pentingnya PGN bersikap transparan terkait pasokan LNG untuk menambal kekurangan gas pipa. “Konsumen tidak peduli sumber gasnya, mereka hanya ingin pasokan lancar. Namun, apakah benar 55 persen dari pasokan itu berasal dari LNG ? Ini harus ditelisik lebih lanjut, jangan sampai terjadi memanipulasi hak pelanggan,” tutup Yusri.
Krisis pasokan gas di jaringan SSWJ menjadi ujian besar bagi PGN dalam menjaga keandalan pasokan energi. Sementara itu, kritik mengenai transparansi dan kebijakan harga semakin memperbesar tekanan terhadap manajemen PGN.