Gaza Utara Hadapi Krisis Pangan Setelah Ribuan Warganya Kembali Pulang

Warga Palestina berbondong-bondong melanjutkan perjalanan ke Gaza utara pada Selasa (28/1/2025) setelah diizinkan kembali ke rumah untuk pertama kalinya dalam lebih dari setahun di tengah gencatan senjata yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas. Namun pemulangan massal ini berdampak pada ancaman krisis pangan.
Sekitar 300.000 warga Palestina kini telah kembali ke wilayah utara daerah kantong itu dari koridor Netzarim yang baru dibuka, setelah 15 bulan pengungsian, perang, dan kekejaman Israel. Namun, wilayah itu akan menghadapi krisis pangan karena kurangnya sumber daya dan banyaknya pengungsi yang kembali ke daerah tersebut.
Banyak pengungsi yang kembali menyatakan perlunya lebih banyak toko roti, karena mereka telah menunggu berjam-jam hanya untuk menerima satu roti. Mereka juga mendesak lembaga-lembaga bantuan berbuat lebih banyak untuk membantu mereka yang telah kembali ke Gaza utara.
“Kami menghadapi kesulitan besar untuk mendapatkan sepotong roti, semata-mata karena banyaknya warga yang mengungsi dan kembali telah menyebabkan krisis,” kata seorang pria kepada Al Jazeera.
Sehari sebelumnya, kelompok-kelompok bantuan menyuarakan keprihatinan atas tantangan yang akan dihadapi untuk memberikan bantuan yang memadai kepada warga Palestina yang saat ini kembali ke Gaza utara. Ini karena warga kemungkinan akan kembali ke rumah yang hancur menjadi puing-puing, dengan sedikit atau tanpa sumber daya, serta kurangnya kebutuhan pokok seperti makanan dan air bersih.
LSM seperti Medical Aid for Palestinians (MAP) telah berjanji untuk mendukung warga Palestina segera setelah akses ke Gaza ditingkatkan.
Menuju Gencatan Senjata Tahap Kedua
Gencatan senjata, yang mulai berlaku pada 19 Januari, masih dalam tahap pertama dan memerlukan penghentian serangan militer Israel serta pertukaran tawanan Israel dengan ratusan tahanan Palestina.
Juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan para mediator telah “mulai menguji kesiapan kedua belah pihak” untuk membahas fase kedua gencatan senjata. Sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sepertinya tidak punya pilihan selain terus melanjutkan perjanjian tersebut sampai akhir.
Tahap kedua kesepakatan belum disepakati, dan negosiasi tentang persyaratannya akan dilakukan. Jika rencana ini terlaksana, Hamas akan membebaskan tawanan yang tersisa – kebanyakan adalah pria Israel – dan sejumlah tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel juga akan dibebaskan.
Abu Zuhri juga menekankan bahwa pembicaraan Israel untuk memulai kembali perang di Gaza adalah “omong kosong”, dan bahwa Gaza pascaperang akan tetap menjadi “urusan Palestina semata”, di tengah keinginan Israel untuk menyingkirkan Hamas sepenuhnya dari masalah ini, serta Otoritas Palestina.
“Gaza tidak mengalami kekosongan administratif, dan kami menyambut baik pembentukan pemerintahan yang disetujui oleh Palestina,” imbuhnya di Telegram pada hari Senin.
Delapan dari 26 tawanan yang tersisa yang akan dibebaskan oleh Hamas selama tahap pertama gencatan senjata telah dipastikan tewas, baik oleh kelompok tersebut maupun pemerintah Israel. Seorang juru bicara pemerintah mengatakan bahwa Hamas telah memberikan daftar nama korban tewas pada Minggu malam, tetapi identitas korban tewas belum diungkapkan. Namun, keluarga mereka telah diberi tahu.
Setidaknya tujuh tawanan Israel kini telah dibebaskan, sementara lebih dari 290 tahanan Palestina – banyak dari mereka ditahan selama bertahun-tahun tanpa dakwaan – telah dibebaskan. Arbel Yehud, salah satu tawanan wanita Israel yang dijadwalkan dibebaskan selama akhir pekan, mengatakan dalam sebuah video baru dari kelompok Jihad Islam Palestina bahwa dia akan dibebaskan pada Kamis (30/1/2025). Dalam video tersebut, Yehud mengatakan dia baik-baik saja, merindukan keluarganya dan ingin segera pulang.
Sementara itu, di Israel, menteri keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich mengancam akan keluar dari kabinet Netanyahu jika tentara tidak melanjutkan perangnya di Gaza, menurut media Israel yang dikutip Reuters. Smotrich, bersama menteri sayap kanan lainnya Itamar Ben-Gvir, telah lama mendukung perang Gaza dan mendorong pembunuhan warga Palestina serta pemukiman warga Israel di Jalur Gaza.
Surat kabar Israel Yediot Ahronoth mengatakan bahwa Netanyahu telah meminta Smotrich untuk tetap berada dalam koalisinya guna menjaga pemerintahan sayap kanan tetap “utuh”.
Serangan Berlanjut di Tepi Barat
Tentara Israel melanjutkan serangan militernya yang meluas di Tepi Barat selama delapan hari berturut-turut, melakukan penggerebekan dan pengepungan ketat. Tentara telah menyerbu Jenin, yang terletak di Tepi Barat utara selama lebih dari seminggu, serta Tulkarem dan kamp pengungsi Nur Shams, sejak Senin.
Pasukan Israel telah mengusir paksa warga Palestina dari tempat tinggal mereka di Tulkarem dan kamp, mengubah rumah mereka menjadi barak militer dan memerintahkan untuk tidak kembali selama seminggu penuh, situs saudara The New Arab , Al-Araby Al-Jadeed melaporkan. Penembak jitu juga telah dikerahkan di dalam kamp, sementara patroli militer hadir di area yang luas di dalam kota. Satu rumah, milik keluarga al-Shaheen, juga dibakar, menurut kantor berita resmi Palestina, Wafa.
Di Jenin, pasukan Israel dan buldoser mereka terus menghancurkan rumah dan properti lainnya di kota itu, sementara Operasi Tembok Besi – yang telah menewaskan 16 warga Palestina termasuk seorang gadis berusia dua tahun – masih berlangsung.