Nyawa Pasien jadi Taruhan, POGI Tolak Wacana Dokter Umum Bisa Operasi Caesar

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) menyampaikan pernyataan sikap atas wacana pelatihan dokter umum untuk melakukan operasi caesar.
Wacana ini mulanya digaungkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, yang menginginkan agar dokter umum khususnya di daerah dilatih untuk menjadi Obstetri dan Ginekologi (Obgyn).
Menurut POGI, alangkah baiknya setiap kebijakan yang hendak diambil perlu mempertimbangkan kepentingan masyarakat, keselamatan pasien, dan kualitas pelayanan kesehatan.
Apalagi kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator penting dalam pembangunan kesehatan masyarakat.
“Dalam upaya menurunkan angka kematian maternal dan perinatal, perlu ada kebijakan yang tidak hanya mempertimbangkan aksesibilitas layanan kesehatan, tetapi juga kualitas dan keselamatan tindakan medis yang dilakukan,” tulis POGI, Jakarta, Sabtu, (17/5/2025).
POGI berpegang pada prinsip, setiap tindakan medis harus dilakukan oleh tenaga medis yang memiliki kompetensi sesuai dengan pelatihan yang telah dilalui.
Menurut mereka, tindakan seperti seksio sesarea atau operasi caesar merupakan intervensi bedah yang kompleks dan berisiko, sehingga harus dilakukan oleh dokter spesialis obstetri yang terlatih.
“POGI menekankan kualitas pelayanan kesehatan harus menjadi prioritas utama. Memberikan wewenang kepada dokter umum untuk melakukan tindakan bedah tanpa pelatihan khusus dapat membahayakan keselamatan pasien dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan,” lanjutnya.
Lebih jauh, POGI menekankan masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat mengenai siapa yang berwenang melakukan tindakan medis tertentu.
Kebijakan yang diambil harus transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat agar mereka dapat memahami dan mendukung keputusan tersebut.
Terlepas dari itu, penolakan yang disampaikan POGI juga merujuk pada standar kesehatan global yakni World Health Organization (WHO/ Organisasi Kesehatan Dunia), American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG).
“WHO, ACOG, dan RCOG menekankan pentingnya pelatihan dan kompetensi dalam melakukan tindakan medis invasif. Kami mendesak agar kebijakan yang diambil mengacu pada standar internasional untuk memastikan keselamatan pasien,” lanjut keterangan POGI.