Nurhadi Protes Baru Bebas Ditangkap Lagi, KPK Sebut Ingin Kejar Pencucian Uang

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa penangkapan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman, telah melalui sejumlah pertimbangan. Nurhadi kembali dijebloskan ke Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, usai menjalani hukuman atas kasus korupsi sebelumnya.
Penegasan itu disampaikan sebagai respons terhadap protes dari kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail, yang menilai langkah KPK berlebihan dan tidak dibenarkan secara hukum.”Setiap tindakan penyidikan tentu sudah melalui pertimbangan dan kebutuhan dari penyidik, termasuk kegiatan penangkapan dan penahanan,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (1/7/2025).
Budi menegaskan bahwa salah satu pertimbangan penangkapan adalah untuk mempercepat dan memastikan proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Nurhadi, yang saat ini berstatus tersangka.”Tentu kita juga ingin proses penyidikan perkara ini dapat berjalan secara efektif, sehingga bisa dengan cepat, tepat, dan terukur, kemudian menyelesaikan perkara ini,” ucapnya.
Penangkapan terhadap Nurhadi dilakukan pada Minggu (29/6/2025) dini hari, tak lama setelah ia menyelesaikan masa pidananya dalam kasus suap dan gratifikasi di Lapas Sukamiskin.
Sebelumnya, Maqdir Ismail memprotes tindakan KPK yang kembali menangkap kliennya sesaat setelah dibebaskan dari penjara.”Saya sudah mendengar kabar itu, tapi menurut hemat saya, penangkapan ini agak berlebihan,” ujar Maqdir saat dihubungi melalui pesan tertulis, Senin (30/6/2025).
Menurut dia, tidak ada dasar hukum yang sah untuk membenarkan penangkapan tersebut.”Tidak ada alasan menurut hukum yang mereka [KPK] bisa gunakan untuk melakukan penangkapan,” kata Maqdir.
Dalam perjalanan kasusnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 10 Maret 2021 memvonis Nurhadi dengan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Ia dinyatakan terbukti menerima suap sebesar Rp35,726 miliar dan gratifikasi sebesar Rp13,787 miliar dari sejumlah pihak.
Putusan kasasi Mahkamah Agung memperkuat vonis tersebut. Namun, majelis hakim kasasi tidak mengabulkan tuntutan jaksa KPK terkait uang pengganti sebesar Rp83 miliar.
Nurhadi dieksekusi ke Lapas Sukamiskin pada 7 Januari 2022 untuk menjalani masa hukumannya dalam perkara suap dan gratifikasi.