News

Fenomena Pinjol, Solusi Keuangan Instan yang Menyusahkan Jiwa


Pinjaman online (Pinjol) dianggap menjadi sebuah solusi keuangan instan, tetapi bisa jadi mematikan. Proses yang sangat mudah mendapat pinjaman tidak selalu membawa kebahagiaan. Hal itu terutama jika tidak diimbangi dengan kesadaran dan melihat risiko. Jika terjerat dan tidak bisa membayar, bisa menyusahkan jiwa, mengalami kecemasan, depresi hingga bunuh diri.

Tahun 2024 sangat marak adanya pinjaman online (Pinjol) di Indonesia. Fenomena ini seperti dua sisi mata uang yakni solusi instan bagi kebutuhan mendesak, sekaligus ancaman yang mengintai. Seperti teman yang selalu ada saat kita butuh, tapi diam-diam menyimpan niat buruk yang menghancurkan.

Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah pinjol resmi yang terdaftar hingga akhir tahun ini mencapai 102 perusahaan. Namun, di luar itu, ada ratusan bahkan ribuan aplikasi pinjol ilegal yang beredar luas dan ini sangat membahayakan orang yang terjebak dan terpaksa menggunakannya. 

Sementara Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatat, hingga Mei 2024, sebanyak 129 juta orang di Indonesia meminjam uang ke fintech lending, dengan total penyaluran dana pinjaman mencapai Rp874,5 triliun.

Ada banyak alasan yang membuat masyarakat mengambil pinjaman online. Mayoritas adalah untuk kebutuhan mendesak seperti biaya kesehatan, pendidikan, atau modal usaha kecil-kecilan, hingga menutup utang sebelumnya. 

Tidak jarang juga ada yang menggunakan pinjol untuk memenuhi gaya hidup, seperti membeli gadget terbaru atau liburan mewah. Miris sekali. 

Tergiur Kemudahan

Fenomena banyaknya pengguna pinjol karena masyarakat hanya melihat dari sisi kemudahannya saja, tidak terlalu peduli dengan kegunaan apalagi mengetahui aturan main dari fintech. 

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan, saat ini banyak orang yang terjerat pinjaman online karena tidak membaca syarat dan ketentuan sebelum menyetujui peminjaman.

Baca Juga:  Tahanan Gaza Ungkap Penyiksaan Mengerikan di Ruang Bawah Tanah Israel

“Literasi fintech sangat rendah. Orang tahunya Pinjol mudah dan cepat. Tidak membaca ketentuan syaratnya, dendanya, hingga berapa konsekuensi bunganya,” terang Bhima. 

Belum lagi lembaga penyalur Pinjol menjadi sangat banyak sehingga masyarakat bingung membedakan mana yang legal dan ilegal.

Masyarakat tak menyadari bunga pinjol ilegal bisa mencapai 1 persen per hari dan sangat memberatkan yang menggunakannya. Hasilnya, banyak orang yang terjerat bunga pinjol hingga sulit melunasi utang.

Yang bikin miris lainnya adalah publik, ada temuan INDEF yang menegaskan korban pinjol rata-rata tidak menghitung kemampuan angsuran dengan penghasilannya. Banyak anak muda terjerat pinjol, termasuk para mahasiswa.

Kasus Bermunculan Akibat Terlilit Hutang Pinjol

Karena itu, muncul cerita-cerita memilukan akibat jerat pinjol. Februari 2024, seorang ibu rumah tangga di Bekasi ditemukan tewas bunuh diri setelah tidak sanggup membayar utang pinjol yang mencapai Rp30 juta. 

Dalam surat yang ditinggalkan, ia mengaku dihantui oleh ancaman debt collector yang mengancam akan menyebarkan data pribadinya ke media sosial.

Beberapa kasus tragis lain terkait pinjaman online juga terjadi di Indonesia, termasuk bunuh diri dan familicide yaitu anggota keluarga yang mengakhiri hidup bersama. 

Misalnya, ada keluarga di Jakarta Utara yang bunuh diri karena kesulitan ekonomi yang diduga terkait pinjaman online.

Kasus lain terjadi di Yogyakarta, yaitu seorang pemuda nekat merampok minimarket karena terdesak membayar utang pinjol yang jatuh tempo. 

Aksi itu tentu menjadi tamparan keras bagi masyarakat dan pemerintah tentang dampak pinjol yang sangat menyakitkan.

Dampak Psikologis dari Pinjol, Mulai Kecemasan hingga Kecanduan

(Ilustrasi pinjol membuat kesehatan mental kacau. Dokumentasi: istockphoto)

Meminjam uang termasuk lewat pinjol dapat menyebabkan beberapa tantangan bagi kesehatan mental. 

Psikolog Ikhsan Bella Persada, M.Psi mengungkapkan ada sejumlah masalah mendasar yang berkontribusi dalam masalah utang ini, baik psikologis maupun emosional. 

Baca Juga:  Kalau Ada Efek Samping Serius, Hentikan Uji Vaksin TBC Bill Gates Sekarang Juga

Misalnya menimbulkan kecemasan dan depresi. Depresi juga sering dibarengi dengan masalah kesehatan fisik, seperti sakit kepala, kurang tidur, dan kehilangan fokus.

Parahnya lagi, ada hubungan signifikan antara bunuh diri dan utang. Penelitian telah menunjukkan orang yang terjerat utang delapan kali lebih mungkin melakukan percobaan bunuh diri. 

“Rasa takut oleh penagih utang bisa menimbulkan gangguan psikologis, seperti depresi, gangguan kecemasan, paranoid, atau bahkan berujung tindakan bunuh diri,” ungkap Ikhsan.

Ketika tidak ada cukup uang untuk membayar, bisa terjadi stres dan ketegangan . 

Melansir WebMD, stres dapat memengaruhi kesehatan emosional, fisik, kognitif, dan perilaku. Stres dapat berdampak nyata pada kualitas hidup diri sendiri dan orang-orang di sekitar.

Gejala mental dari stres emosional meliputi:

  • Merasa lebih emosional dari biasanya, terutama merasa kesal, menangis, atau marah
  • Merasa cemas, kewalahan, gugup, atau gelisah
  • Merasa sedih atau tertekan
  • Merasa gelisah
  • Kesulitan melacak atau mengingat sesuatu
  • Kesulitan menyelesaikan pekerjaan, memecahkan masalah, membuat keputusan, atau berkonsentrasi. 

Gejala stres yang mungkin dirasakan di tubuh meliputi:

  • Sakit kepala
  • Pusing
  • Mengepalkan rahang dan menggertakkan gigi
  • Nyeri bahu, leher, atau punggung; nyeri tubuh secara umum, nyeri, dan otot tegang
  • Nyeri dada, peningkatan denyut jantung, rasa berat di dada
  • Sesak napas
  • Merasa lebih lelah dari biasanya (kelelahan)
  • Tidur lebih banyak atau lebih sedikit dari biasanya
  • Sakit perut , termasuk diare , sembelit , dan mual
  • Kehilangan hasrat dan/atau kemampuan seksual
  • Lebih mudah sakit, seperti sering pilek dan infeksi.

Lebih parahnya, pinjol bisa menimbulkan kecanduan. Sama seperti kecanduan judi, orang yang merasa berhasil menyelesaikan satu pinjaman sering kali tergoda untuk mengambil pinjaman baru. Siklus ini menciptakan “lingkaran setan” yang sulit diputus.

Menghindari Jerat Pinjol

(Ilustrasi pinjol membuat kesehatan mental kacau. Dokumentasi: istockphoto)

Agar masyarakat tidak terjebak dalam efek buruk pinjol, diperlukan pendekatan holistik. Mulai dari meningkatkan literasi keuangan dengan lebih aktif memberikan edukasi tentang risiko pinjol dan manajemen keuangan. Kampanye literasi keuangan harus menyasar kepada masyarakat terutama pada rakyat kecil yang hidupnya semakin terhimpit ekonomi.

Baca Juga:  Buntut Kecelakaan JakLingko di Cengkareng, DPRD DKI Desak Evaluasi Sopir

Selain itu, OJK perlu lebih gerak cepat dalam memberantas pinjol ilegal dan memastikan pinjol resmi beroperasi sesuai aturan. 

Menyediakan alternatif keuangan bagi masyarakat bawah juga sangat penting. 

Pemerintah juga jangan tutup mata terkait banyaknya pinjol ilegal dan harus tegas dalam memberantas hal tersebut agar masyarakat tidak semakin terjebak dalam lubang yang suram. 

Masyarakat juga perlu diajak untuk menabung sebagai solusi jangka panjang. Menabung dapat menjadi cara yang baik untuk menghadapi kebutuhan mendadak tanpa harus berutang.

Melihat dari sisi kesehatan mental, perlu melibatkan psikolog dan konselor dalam program pemulihan bagi mereka yang sudah terjerat utang pinjol. 

Pendekatan psikologis dapat membantu mengatasi kecanduan dan trauma yang dialami. Ini bisa dimulai dari pemberian pelayanan kepada masyarakat lewat fasilitas kesehatan tingkat pertama, misalnya di Puskesmas. Penyediaan layanan konseling psikologis bagi para korban kecanduan pinjol sangat penting.

Dukungan emosional dari keluarga juga dapat menjadi motivasi kuat untuk pulih. Dengan edukasi, regulasi, dan pendekatan psikologis yang tepat, masyarakat Indonesia bisa terhindar dari dampak buruk pinjol dan kembali membangun hidup yang lebih sehat secara finansial dan mental. 

Pinjaman online, meski menawarkan solusi instan, bisa menjadi hal yang mematikan jika tidak digunakan dengan bijak. Fenomena ini mengingatkan kita kemudahan tidak selalu membawa kebahagiaan, terlebih tidak memikirkan risiko yang akan muncul di masa depan. 

Semoga tidak ada lagi kasus bunuh diri karena terjerat pinjol hadir di tahun 2025. 

Back to top button