Asia Zero Emission Community (AZEC) menegaskan komitmennya untuk mencapai netralitas karbon tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi, seiring dengan meningkatnya intensitas bencana alam di seluruh dunia. Komitmen ini disampaikan dalam pertemuan Advocacy Group Round Table AZEC di St Regis, Jakarta baru baru ini.
Presiden Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Tetsuya Watanabe, menekankan pentingnya kebijakan yang mendorong negara-negara di Asia dan ASEAN untuk mencapai nol emisi karbon. AZEC, lanjut Watanabe, akan memperkuat komunikasi dengan pemerintah dan sektor swasta guna menyamakan pemahaman dalam peta jalan dekarbonisasi.
“Terdapat berbagai opsi untuk upaya dekarbonisasi ini, namun masing-masing memiliki tantangan tersendiri. Kita perlu berkoordinasi dengan pasar untuk menarik investasi di sektor energi zero carbon,” tambah Tetsuya Watanabe dalam keterangan persnya, Jumat (30/8/2024).
Watanabe juga menyoroti peningkatan permintaan energi di ASEAN yang sejalan dengan pertumbuhan populasi dan pembangunan ekonomi.
Menurutnya, meski bahan bakar fosil masih mendominasi, negara-negara ASEAN harus mendorong transformasi menuju penggunaan energi terbarukan yang lebih bersih.

Dalam forum yang sama, Takashi Uchida dari Keidanren berharap pertemuan ini dapat menghasilkan usulan konkret untuk mendorong penurunan emisi karbon di negara-negara Asia dan ASEAN.
Sementara itu, Arsyad Rasyid dari ASEAN-BAC Indonesia menegaskan komitmen Indonesia terhadap agenda nol emisi karbon, seraya melihat peluang besar dalam pengembangan ekonomi berbasis energi zero carbon.
“Perubahan iklim global harus menjadi perhatian bersama, dan kita harus melihatnya sebagai peluang,” ungkap Arsyad.
Dr Han Phoumin, Ekonom Energi Senior, mengingatkan bahwa meski pada 2050 bahan bakar fosil masih diperkirakan menyumbang 60 persen dari permintaan energi di ASEAN, teknologi seperti Carbon Capture and Storage (CCS) akan memainkan peran penting dalam dekarbonisasi. Namun, jika ketergantungan terhadap energi fosil tidak berkurang, hal ini akan bertentangan dengan target perjanjian Paris dan Pakta Iklim Glasgow.
ERIA dan The Institute of Energy Economics, Japan (IEEJ) telah mensimulasikan penerapan teknologi energi yang optimal untuk mencapai netralitas karbon pada 2060 di kawasan ASEAN.
Simulasi ini melibatkan berbagai teknologi energi bersih seperti tenaga surya, angin, dan biomassa, serta teknologi dekarbonisasi seperti CCS dan penggunaan hidrogen.
Dr Phoumin menambahkan bahwa pembangkit listrik berbahan bakar gas yang efisien dapat mengurangi emisi CO2 secara signifikan pada tahun 2050, dengan peralihan dari batu bara ke gas di ASEAN berpotensi menekan emisi hingga 300 Mt-CO2. Ke depan, teknologi dekarbonisasi yang lebih maju akan diperlukan untuk mencapai netralitas karbon di kawasan ini.