Kanal

Menyelamatkan Demokrasi dari Oligarki


Baru-baru ini muncul gagasan untuk mengembalikan UUD 1945 ke naskah asli, dengan alasan demokrasi saat ini dianggap kebablasan, tanpa kendali, dan melenceng dari makna demokrasi Pancasila.

Demokrasi kebablasan sering dikaitkan dengan pemilihan langsung oleh rakyat dalam pemilihan presiden (Pilpres) dan kepala daerah (Pilkada). Jika UUD 1945 dikembalikan ke naskah asli, Pilpres akan kembali dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sementara kepala daerah ditentukan oleh DPRD atau pemerintah pusat. Sistem ini, di satu sisi, lebih efisien karena dapat dikendalikan, tetapi di sisi lain, berpotensi memperkuat oligarki.

Oligarki adalah sistem di mana kekuasaan terkonsentrasi di tangan segelintir elit atau kelompok kecil. Dalam konteks demokrasi, oligarki menjadi ancaman ketika sekelompok individu atau kelompok kaya menguasai sumber daya politik dan ekonomi, sehingga menciptakan ketimpangan dalam akses dan distribusi kekuasaan.

Robert Dahl dalam On Democracy (1998) menyatakan bahwa oligarki dapat mengurangi partisipasi politik dan menciptakan ketidaksetaraan dalam akses terhadap kekuasaan. Dalam sistem oligarki, keputusan sering kali diambil oleh kelompok kecil yang memiliki kekuasaan, yang dapat mengabaikan kepentingan masyarakat luas.

Pemuka agama Aceh Besar Tgk Marwan Babah (kanan) melaksanakan tradisi tepung tawar pada Bupati Aceh Besar Syech Muharram Idris (kedua kiri) dan Wakil Bupati Sykri A Jalil (kedua kanan) usai dilantik oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf pada sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) di Jantho, Aceh Besar, Aceh, Kamis (13/2/2025). (Foto: Antara)
Pemuka agama Aceh Besar Tgk Marwan Babah (kanan) melaksanakan tradisi tepung tawar pada Bupati Aceh Besar Syech Muharram Idris (kedua kiri) dan Wakil Bupati Sykri A Jalil (kedua kanan) usai dilantik oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf pada sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) di Jantho, Aceh Besar, Aceh, Kamis (13/2/2025). (Foto: Antara)

Demokrasi yang Adil dan Berkeadaban

Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan berada di tangan rakyat, baik secara langsung maupun melalui perwakilan yang dipilih. Demokrasi yang adil dan berkeadaban tidak hanya mengedepankan partisipasi rakyat dalam politik, tetapi juga memastikan prinsip keadilan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Baca Juga:  INFOGRAFIS: Tarif Trump Ditunda, Apa Dampaknya bagi Indonesia?

Ciri utama demokrasi yang adil dan berkeadaban meliputi:

  1. Distribusi kekayaan yang merata, serta kesempatan yang adil bagi semua warga untuk berkembang tanpa monopoli sumber daya atau kekuasaan.
  2. Partisipasi aktif warga negara, baik dalam pemilihan umum, pembuatan kebijakan, maupun pengawasan pemerintah. Pilpres dan Pilkada langsung, jika dijalankan dengan baik, merupakan contoh demokrasi yang adil dan berkeadaban.
  3. Penghormatan terhadap hak-hak dasar, seperti kebebasan berbicara, berkumpul, beragama, dan kebebasan pers. Perlindungan terhadap minoritas dan kelompok rentan juga menjadi bagian dari demokrasi yang sehat.
  4. Pemerintah yang transparan dan akuntabel, dengan institusi yang bertanggung jawab kepada rakyat.

Dalam demokrasi yang adil, hukum dan moralitas berjalan beriringan. Keadilan tidak hanya dilihat dari aspek hukum, tetapi juga etika dan kemanusiaan. Kekuasaan yang diperoleh melalui pemilihan umum harus digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan demi kepentingan segelintir elite.

Ancaman Oligarki

Oligarki dapat menghancurkan prinsip-prinsip dasar demokrasi, seperti keadilan, kesetaraan, dan partisipasi rakyat. Mengapa demikian?

  • Dominasi ekonomi
    Oligarki dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah agar berpihak kepada kepentingan mereka dibanding rakyat banyak. Mereka mampu mendikte kebijakan yang menguntungkan bisnis besar sambil mengabaikan kebutuhan masyarakat. Contohnya, penguasaan laut dan sumber daya ekonomi oleh segelintir pihak yang mempersempit akses masyarakat.
  • Kontrol atas media
    Oligarki sering mengontrol media dan platform komunikasi, memungkinkan mereka membentuk opini publik dan memanipulasi informasi. Media yang dimonopoli oleh kelompok kecil dapat menghalangi debat publik yang sehat dan bebas, mengancam eksistensi pers sebagai pilar keempat demokrasi.
  • Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan
    Larry Diamond dalam The Spirit of Democracy (2008) menegaskan bahwa oligarki merusak demokrasi dengan mengonsolidasikan kekuasaan di tangan segelintir orang, mengurangi akuntabilitas, dan membuka peluang korupsi. Oligarki sering menggunakan kekuatan ekonomi untuk membeli dukungan politik dan mempertahankan kekuasaannya melalui korupsi.
  • Ketimpangan sosial
    Ketika oligarki mendominasi, kesenjangan ekonomi semakin melebar. Sumber daya negara lebih banyak dimonopoli oleh kelompok elite, sementara rakyat kecil sulit mengakses layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan layak. Ketimpangan ini menciptakan ketidakadilan sosial yang merusak demokrasi.
Baca Juga:  INFOGRAFIS: Gaduh Tarif Baru Trump, Tantangan Besar Ekonomi Indonesia

Daron Acemoglu dan James A. Robinson dalam Why Nations Fail (2012) menjelaskan bahwa oligarki menciptakan institusi eksploitatif yang hanya melayani kepentingan elite, sehingga menghambat masyarakat umum dalam berpartisipasi dalam politik dan ekonomi.

Kotak Suara 1.jpg

Menyelamatkan Demokrasi

Untuk menyelamatkan demokrasi dari ancaman oligarki, diperlukan strategi komprehensif dan tindakan kolektif dari berbagai elemen masyarakat. Beberapa langkah yang dapat ditempuh adalah:

  • Memperkuat partisipasi rakyat
    Partisipasi aktif dalam pemilu, pembuatan kebijakan, dan pengawasan pemerintah dapat mengurangi ruang gerak oligarki. Program pendidikan politik, terutama bagi generasi muda, penting untuk meningkatkan kesadaran kritis terhadap isu politik dan ekonomi.
  • Reformasi pembiayaan politik
    Oligarki sering beroperasi melalui pembiayaan politik yang tidak transparan. Reformasi ini diperlukan untuk memastikan institusi politik tidak bergantung pada sumbangan besar dari segelintir individu atau kelompok kaya. Langkah ini mencakup pembatasan dana kampanye dan pelaporan keuangan yang lebih ketat.
  • Penegakan hukum yang independen
    Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Institusi hukum yang independen harus diberdayakan untuk menangani korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan konflik kepentingan tanpa intervensi politik.
  • Redistribusi ekonomi yang lebih adil
    Demokrasi hanya bisa bertahan jika masyarakat merasakan manfaat ekonomi yang merata. Kebijakan redistribusi yang adil, seperti peningkatan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi bagi semua warga, harus menjadi prioritas.
  • Menjaga kebebasan pers dan akses informasi
    Pemerintah harus memastikan media tidak dimonopoli oleh oligarki. Regulasi yang mengatur kepemilikan media harus diperketat untuk menjaga kebebasan pers yang independen dan objektif.
  • Penguatan organisasi masyarakat sipil
    Organisasi masyarakat sipil berperan penting dalam advokasi keadilan sosial dan transparansi. Mereka bisa menjadi penyeimbang dalam menghadapi dominasi oligarki di sektor politik dan ekonomi.
Baca Juga:  Pahlawan Devisa dan Pusaran TPPO

Menyelamatkan demokrasi dari ancaman oligarki memerlukan pemahaman mendalam tentang hubungan antara kekuasaan ekonomi dan politik. Jika oligarki dibiarkan menguasai sistem, ketimpangan sosial akan semakin dalam, partisipasi rakyat semakin berkurang, dan demokrasi yang sejati hanya menjadi ilusi.

Back to top button