Menumbuhkan Pendidikan Indonesia melalui Gerakan Revitalisasi Moralitas

“Yang masih menjadi masalah fundamental adalah bahwa manusia lebih senang hancur dengan sanjungan daripada selamat melalui kritikan.” (Norman Vincent Peale)
Melihat situasi dan kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, saya meyakini perlu adanya sebuah Gerakan revitalisasi moral dalam sistem pendidikan.
Tentu saja, harapannya bisa menjadi refleksi dan perhatian bagi para ahli yang berada di Kementrian Pendidikan untuk bisa kembali menumbuhkan ruh pendidikan di Indonesia.
Sementara itu, masih banyak keluhan dari masyarakat soal anak-anak pada zaman ini cenderung berperilaku kurang ajar dan kehilangan adab terhadap guru, bahkan kepada orang tua mereka sekalipun.
Kita harus jujur terhadap realitanya di masyarakat dan mau mengakui moral di dalam diri peserta didik saat ini masih mencerminkan sesuatu tindakan yang minim etika.
Kita bisa melihat masih banyak tindakan-tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh sesama peserta didik, terhadap guru-gurunya, bahkan kepada orang tua mereka.
Karena itu, pemerintah perlu merumuskan kembali kebijakan yang tidak hanya berpusat pada aspek pengetahuan semata, namun juga pada aspek pembentukan karakter pada peserta didik. Salah satu langkah konkrit yang mungkin bisa dilakukan adalah melalui gerakan revitalisasi moral.
Tentu saja saya mengusulkan demikian berlandaskan pada konstitusi yang ada di dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003.
Telah jelas di dalamnya, tujuan pendidikan nasional adalah untuk membantu mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia dan seterusnya.
Maknanya, tujuan pendidikan nasional di Indonesia itu tidak hanya terbatas pada ruang dimensi pengetahuan belaka, ada juga dimensi sikap dan keterampilan yang harus diperhatikan.
Karena itu, penting sekali bagi pemerintah untuk bisa mengembangkan aspek moral di dalam diri peserta didik, karena itu adalah tugas pemerintah sebagaimana telah ditegaskan dalam konstitusi tersebut.
Pendidikan tanpa Moral
Mengutip dari pendapatnya Aristoteles (384 SM), nilai-nilai moral merupakan bagian penting dari kebajikan, dan selayaknya orang yang memiliki kebajikan, maka ia akan selalu bertindak dengan cara yang tepat dan tidak hanya demi kepentingan diri sendiri.
Gagasan ini tentu sangat berkaitan dengan konsep pendidikan, dimana setiap dalam praktiknya dituntut untuk membentuk karakter pada peserta didik.
Karena memang pada hakikatnya, pendidikan bukan hanya soal mentransfer ilmu pengetahuan semata, melainkan juga proses membentuk kepribadian dan moralitas seseorang melalui pembiasaan terhadap perbuatan-perbuatan yang baik.
Jika peserta didik hanya dibekali dengan ilmu pengetahuan tanpa memberikan penguatan-penguatan karakter, maka itu bisa menjadi ancaman bagi negara.
Hal ini juga sejalan dalam pandangan Fazlur Rahman dalam bukunya Islam and Modernity (1982).
Menurutnya, ilmu akan bertindak bagi lentera individu manusia jika didorong oleh kesadaran moral.
Pendapat di atas juga dikembangkan oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (1999) yang menegaskan sistem pendidikan harus menekankan pada aspek moralitas, karena ini merupakan pondasi utama dalam membentuk karakter masyarakat.
Saya memandang lembaga-lembaga pendidikan wajib untuk memberikan perhatian terhadap perkembangan moral pada peserta didik.
Sekolah, dalam hal ini merupakan komoditas penting dalam membentuk moral yang baik, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa empati pada peserta didik.
Karena di sekolah itulah merupakan tempat utama terjadinya proses interaksi, pembelajaran dan pengembangan kompetensi peserta didik.
Karena itu, pendidik juga harus memiliki kompetensi dan ketulusan hati untuk benar-benar bisa mendidik peserta didik.
Namun, penting untuk diingat juga sekolah bukan tempat yang hanya sekadar membuat barang untuk dibeli dan dijual saja, melainkan juga lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam membentuk, menghasilkan karakter dan kecerdasan bangsa sesuai dengan yang diamanahkan di dalam konstitusi kita.
Karena itu, saya memandang melalui pendidikan inilah, peserta didik diajak untuk tidak hanya berpikir tentang kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga memahami pentingnya bertindak demi kebaikan bersama.
Lingkungan pendidikan yang baik akan menanamkan nilai-nilai tersebut dalam setiap aktivitasnya, sehingga terbentuk pribadi-pribadi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijak dan bermoral.
Moral itu penting untuk ditanamkan di dalam sistem pendidikan, karena tanpa adanya aspek moral itu seperti halnya pohon tanpa buah, ia hanya sekadar berdiri, namun orang-orang tidak bisa menikmati buah dari pohon tersebut.
Revitalisasi Gerakan Moral
Revitalisasi gerakan moral ini merupakan gagasan yang mungkin bisa terbilang lama, atau bahkan sudah pernah dilakukan oleh pemerintah melalui kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Namun memang, belum adanya hasil yang memuaskan dari kebijakan-kebijakan dari pemerintah untuk kembali membentuk moralitas di dalam peserta didik.
Seperti yang kita ketahui bersama di 2025 ini kembali terjadi kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen UGM terhadap mahasiswinya, pelaku mengatakan tindakan kekerasan seksual ini dilakukan dari tahun 2023 sampai 2024.
Kemudian, fenomena terjadinya tindakan kriminal yang melibatkan anak-anak, seperti kasus pencurian, pembegalan, penyalahgunaan narkoba, hingga tawuran pelajar, menurut saya merupakan cerminan dari krisis moral yang masih menjadi problematika serius pendidikan kita saat ini.
Jika melihat data yang dikeluarkan dari Pusiknas Bareskrim Polri, menunjukkan bahwa sejak 1 Januari hingga 20 Februari 2025, tercatat sebanyak 437 anak harus berhadapan dengan hukum.
Angka ini, menjadi gambaran nyata lembaga pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi masih belum sepenuhnya berhasil membentuk karakter dan nilai moral yang baik pada peserta didik.
Karena itu, saya mengusulkan pemerintah perlu memberikan edukasi kepada orang tua, masyarakat dan sekolah untuk bersama-sama kembali membangun roh pendidikan Indonesia yang berbasis pada moralitas dan intelektual.
Hal inilah yang sebenarnya diucapkan oleh Ki Hajar Dewantara pendidikan itu adalah ruang bagi 3 aspek, yaitu orang tua, masyarakat dan sekolah.
Sehingga ketiganya ini dapat membentuk kesatuan holistik yang mampu menghidupkan kembali jati diri pendidikan di Indonesia.