Menteri Ara soal Polemik Rumah Burung Subsidi: Tanah 60 Meter Persengi Harganya Mahal


Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait (Ara), menjawab kritik publik terkait aturan luas minimal bangunan rumah subsidi menjadi 18 meter persegi atau banyak disebut ‘sangkar burung’. Padahal sebelumnya rumah subsidi memiliki luas tanah minimal 60 meter persegi.

Menurutnya, konsep ini muncul sebagai respons atas aspirasi masyarakat yang mempertimbangkan lokasi strategis, ukuran fungsional, serta lingkungan yang bersih.

Ara menjelaskan bahwa selama ini rumah subsidi dengan luas 60 meter persegi tidak dibangun di pusat kota karena keterbatasan harga tanah yang tinggi.

“Contoh, enggak ada rumah subsidi di Jakarta, di Bandung. Rata-rata enggak ada ya di kota ya? Kenapa? Karena harga tanahnya mahal. Kemudian saya juga sudah bertemu dengan banyak ekosistem,” ujar Ara kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/6/2025).

Dia menambahkan, selama ini rumah subsidi identik dengan tipe 60 meter persegi, dua kamar, dan mayoritas dibangun jauh dari pusat kota.

“Selama ini ukurannya satu ukuran 60 meter. Dua kamar dan sebagainya. Dan rata-rata itu adanya tidak di perkotaan,” tambah dia.

Lebih lanjut, Ara mengungkapkan bahwa pada tahun ini pemerintah menargetkan pembangunan 350 ribu unit rumah subsidi. Setiap unitnya dikerjakan oleh lima pekerja, sehingga program ini turut membuka lapangan kerja yang cukup besar.

“Kemudian saudara perlu ketahui rumah subsidi ini rata-rata satu rumah dikerjakan 5 orang. Berarti ada orang yang bekerja 350.000 rumah subsidi dikali 5, sekitar 1.650.000 orang,” bebernya.

Dia menekankan bahwa kebijakan rumah subsidi 18 meter persegi saat ini masih sebatas usulan dan belum diputuskan secara final. Tujuannya adalah agar masyarakat perkotaan, terutama generasi muda, tetap bisa memiliki hunian yang layak.

“Supaya ada rumah kebanyakan buat millenial yang ada di perkotaan. Kan begitu. Karena selama ini saya dengar juga mereka yang paling penting tempatnya layak. Tidak kumuh. Tidak usah terlalu besar juga tidak apa-apa. Kita dorong dong wacana ini ke publik,” katanya.

Sebagai informasi, Kementerian PKP tengah menggodok perubahan aturan dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025. Regulasi ini akan merevisi batasan luas lahan dan bangunan rumah subsidi yang sebelumnya diatur dalam Kepmen PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023.

Dalam rancangan aturan baru, luas tanah rumah subsidi ditetapkan paling sedikit 25 meter persegi dan paling besar 200 meter persegi. Adapun untuk luas bangunan, diusulkan minimal 18 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi.

Sementara itu, aturan lama menetapkan batas minimal luas bangunan 21 meter persegi dan tanah 60 meter persegi. Perubahan ini dirancang untuk menjawab kebutuhan masyarakat kota, sedangkan di wilayah desa masih akan mengikuti ketentuan sebelumnya.

Rumah subsidi berukuran 18 meter persegi ini ditujukan untuk individu lajang maupun pasangan suami istri dengan satu anak.

Exit mobile version