News

Mangkrak 10 Tahun, LP3HI Dorong Denny Indrayana Segera Didudukan ke Kursi Pengadilan


Wakil Ketua Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), Kurniawan Adi Nugroho, menilai kasus dugaan korupsi Payment Gateway dengan tersangka mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, harus segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Hal ini mengingat kasus ini telah mangkrak 10 tahun lamanya sejak tahun 2015.

Kurniawan menjelaskan bahwa penyidik Kepolisian perlu menuntaskan penanganan perkara tersebut dengan melimpahkannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk kemudian didaftarkan ke persidangan.

“Jadi apa pun ceritanya, tidak ada alasan bagi penyidik maupun penuntut umum untuk segera menaikkan perkaranya ke pengadilan Tipikor,” kata Kurniawan saat dihubungi Inilah.com, Jumat (23/5/2025).

Baca Juga:  Wilayah Udara Pakistan Ditutup untuk Semua Penerbangan

Menurutnya, bila kasus ini dibiarkan berlarut-larut akan memberikan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. 

“Yang penting adalah perkaranya naik ke penuntutan di pengadilan Tipikor dan diputus oleh hakim Tipikor. Bersalah atau tidak,” kata dia.

Sebelumnya, Denny Indrayana telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Payment Gateway sejak tahun 2015. Saat itu, Kapolri dijabat oleh Jenderal Badrodin Haiti. Denny diduga menginstruksikan penggunaan dua vendor dalam proyek Payment Gateway dan memfasilitasi pengoperasian sistem tersebut.

Dua vendor yang dimaksud adalah PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia.

“Satu rekening dibuka atas nama dua vendor itu. Uang disetorkan ke sana, baru disetorkan ke Bendahara Negara. Ini yang menyalahi aturan, harusnya langsung ke Bendahara Negara,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Anton Charliyan pada Rabu, 25 Maret 2015.

Baca Juga:  OCHA: 2,1 Juta Warga Gaza Terancam Kelaparan akibat Blokade Israel

Penyidik memperkirakan kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp32.093.692.000 (Rp32,09 miliar). Selain itu, polisi juga menduga terdapat pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta dari sistem tersebut.

Anton menambahkan, Denny diduga kuat telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Wakil Menkumham dalam pelaksanaan program pembayaran paspor secara elektronik. Manuver Denny, kata dia, bahkan tidak sepenuhnya disetujui oleh internal Kementerian Hukum dan HAM. Namun, Denny tetap bersikukuh agar program tersebut berjalan.

Atas perbuatannya, Denny dijerat dengan Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.

Baca Juga:  Menhub Laporkan Pembangunan Pelabuhan Patimban Fase I-2 Ada Kemajuan

 

Back to top button