Market

La Nyalla Dukung Efisiensi Anggaran, Sayangnya Kurang Sosialisasi Lahirkan Aksi Indonesia Gelap


Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, La Nyalla Mahmud Mattalitti mendukung program efisiensi anggaran yang dijalankan Presiden Prabowo Subianto. Sayangnya, sosialisasi kurang membumi, menimbulkan salah paham.

“Sebagai orang yang pernah menjabat ketua lembaga negara selama lima tahun, saya banyak mengetahui, memang anggaran belanja di kementerian dan lembaga (K/L), serta badan harus dievaluasi. Untuk satu tujuan, efisiensi,” papar La Nyalla, Jakarta, Kamis (20/2/2025). 

Sebagai pendukung efisiensi belanja dan penggunaan APBN, dia bilang, cukup beralasan. Saat ini, kondisi fiskal masih defisit. Di sisi lain, tradisi penyusunan pos belanja dan penggunaan APBN, nyaris sama dari tahun ke tahun. Seolah sudah ada template yang tinggal diisi. Hanya angkanya saja yang berbeda. “Makin naik dari tahun ke tahun, dengan landasan argumen: inflasi,” imbuhnya.  

Di sektor swasta, lanjutnya, berlaku adagium: tidak berubah mati. Tidak adaptasi mati. Artinya tidak boleh mengandalkan template masa lalu. Tetapi harus menyusun dan menyusun terus strategi perubahan yang baru. Karena tidak berubah akan tergilas. “Tidak menyesuaikan diri akan hanyut. Begitulah beratnya mengelola bisnis di sektor privat. 

Baca Juga:  Kementerian BUMN Apresiasi Inovasi Digital BNI Mudahkan Pelajar RI di Australia

Tetapi, mengapa kebijakan yang harus dilakukan, dan jarang ditempuh pemerintahan sebelumnya, justru menimbulkan reaksi yang bermuara kepada penolakan? Sampai disambut aksi dengan tagar Indonesia Gelap?

“Sepertinya ada dua persoalan mendasar yang mengiringi kebijakan efisiensi anggaran ini yang kurang tuntas dilakukan pemerintah. Pertama, adalah transparansi. Kedua, komunikasi dengan pesan yang utuh dan sampai tanpa bias,” kata mantan Ketum PSSI itu. 

Kenyataannya, lanjut La Nyalla, baik kementerian dan lembaga, serta badan, hampir setiap tahun nomenklatur belanjanya sama. Sebut saja pos bimbingan teknis, kajian, rapat koordinasi, konsolidasi biro, konsinyering dan lain sebagainya. Dari segala zaman tetap ada. Karena templatenya sudah begitu.  

“Coba minta data ke Fitra, sebuah LSM yang fokus mencermati anggaran belanja pemerintah. Berapa banyak temuan yang sudah dipublikasikan terkait permainan anggaran, mark up biaya dan kegiatan fiktif di kementerian dan Lembaga,” imbuhnya. 

Baca Juga:  Belajar dari Megaproyek IKN, Ekonom Ragukan Komitmen Investasi Qatar Senilai US$2 Miliar

Selanjutnya La Nyalla menyebut adanya sebuah kementerian yang menganggarkan pos belanja penyusunan peraturan perundang-undangan sebesar Rp287 miliar. Hampir setara dengan APBD 2020 Kabupaten Mukomuko yang hanya Rp359 miliar.

“Inilah yang memicu ketidakadilan fiskal bagi masyarakat di daerah. Di mana APBN terdistribusi untuk pemerintah pusat sekitar 64 persen, sementara pemerintah daerah hanya 36 persen. Dengan proporsi beban jumlah pegawai yang ditanggung pemda sebesar 78 persen, sedangkan pusat hanya 22 persen,” ungkapnya.

Dia pun mempertanyakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dan tiap kementerian  yang memiliki tolok ukur outcome dari tiap penggunaan anggaran.

“Ukur dan buka saja. Apa outcome dari rakor, kajian, bimtek, konsolidasi, konsinyering dan lain-lain itu terhadap pembangunan? 

Belum lagi kegiatan K/L di ballroom-ballroom hotel bintang lima yang gedungnya milik perorangan dan manajemennya dikelolakan group asing. Uangnya jelas ke luar dari Indonesia.

Baca Juga:  Wajib Agunan untuk Ngutang Lewat Pinjol, Ternyata Ini Syaratnya

Faktor yang tidak kalah penting, lanjut La Nyalla, adalah komunikasi untuk memastikan pesan tersampaikan secara utuh. Paling krusial adalah belanja langsung ke masyarakat, atau pelayanan publik tidak dihapus. Ini penting. Sehingga tidak terjadi salah tangkap dan salah informasi. 

Misalnya, efisiensi anggaran di Kementerian Pendidikan. Di masyarakat beredar informasi bahwa efisiensi menyasar belanja pelayanan pendidikan. Padahal yang diefisiensikan adalah kegiatan-kegiatan yang berada di template ‘lama’. Isinya dari tahun ke tahun sama,” ungkapnya.

Dia bilang, pemerintah seharusnya memiliki saluran komunikasi yang paling efektif. Karena itu, sudah seharusnya mampu menjelaskan secara detail apa yang dirancang. Apa latar belakang, dan bagaimana aksi atau langkahnya. Serta tujuan akhirnya akan dirasakan kapan. “Sehingga rakyat punya hope. Dan tidak terombang-ambing dengan informasi yang simpang siur,” pungkasnya. 
 

Back to top button