Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti penetapan tersangka terhadap mantan pegawai Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi Jawa Barat berinisial TY. Ia diduga melakukan tindak pidana siber berupa akses ilegal dan penyebaran dokumen elektronik rahasia milik lembaga tersebut.
Padahal, TY disebut sebagai whistleblower—seseorang yang melaporkan pelanggaran atau kejahatan seperti tindak pidana korupsi yang terjadi di tempat kerjanya.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa pelapor kasus korupsi semestinya diberi apresiasi karena telah mengambil risiko melaporkan dugaan korupsi, bukan malah ditetapkan sebagai tersangka.
“KPK juga selalu memberikan apresiasi kepada para pihak-pihak yang kemudian dalam tanda kutip mengambil risiko untuk melaporkan atau mengadukan dugaan tindakan korupsi yang diketahuinya,” kata Budi kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (29/5/2025).
Budi juga menekankan bahwa identitas pelapor harus dilindungi demi keamanan dan keselamatan mereka.
“KPK sendiri secara sistem dalam mekanisme pengaduan pelaporan masyarakat juga memberikan perlindungan. Oleh karena itu juga KPK konsisten tidak menyampaikan detail profil dari pelapor,” lanjutnya.
Ia menambahkan, pihaknya akan mengecek ke Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK untuk memastikan apakah TY pernah melaporkan dugaan korupsi di lingkungan Baznas Jawa Barat kepada lembaganya. Namun apabila laporan itu memang ada di KPK, ia menegaskan tidak dapat membeberkannya ke publik karena seluruh prosesnya bersifat tertutup.
“Kami cek dulu. Namun pada prinsipnya KPK tidak bisa memberikan konfirmasi apakah menerima atau tidak sebuah laporan pengaduan masyarakat, karena begitu sudah masuk, sudah masuk ke dalam SOP mekanisme tindak lanjut dari pengaduan masyarakat, di mana seluruh rangkaiannya adalah informasi yang dikecualikan,” ucapnya.
Budi memastikan, jika ada laporan masyarakat terkait kasus tersebut, KPK akan menindaklanjutinya hingga tuntas.
“Namun kami pastikan bahwa setiap laporan yang masuk ke KPK pasti kami tindak lanjut secara proaktif,” katanya.
Ditetapkan Tersangka
Sebelumnya diberitakan, Polda Jawa Barat menangkap TY atas dugaan tindak pidana siber berupa akses ilegal dan penyebaran dokumen elektronik rahasia milik Baznas Jabar.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, menyampaikan bahwa TY diduga menyimpan dan menyebarluaskan dokumen rahasia milik Baznas kepada pihak luar tanpa izin.
“Perkara ini mencuat setelah pelapor menerima informasi bahwa tersangka diduga secara tanpa hak dan melawan hukum telah mengakses, memindahkan, serta menyebarkan sejumlah dokumen elektronik rahasia milik Baznas Jabar,” kata Hendra, Selasa (27/5/2025).
Aksi tersebut pertama kali terdeteksi pada 20 November 2024 setelah pelapor bernama Achmad Ridwan mendapat informasi dari saksi bernama Mohamad Indra Hadi.
“Dokumen kerja sama antara Baznas Jabar dan STIKES Dharma Husada dikirimkan tersangka kepada pihak luar sejak 16 Februari 2023 dan diketahui telah dipindahkan ke laptop pribadi milik tersangka sekitar Agustus 2023,” jelas Hendra.
Ia menambahkan, TY juga diduga menyebarkan dokumen penting lain, termasuk laporan pertanggungjawaban dana hibah Belanja Tidak Terduga (BTT) APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 ke sejumlah instansi.
Dokumen-dokumen tersebut dikategorikan sebagai informasi yang dikecualikan, berdasarkan Surat Keputusan Ketua Baznas Jabar Nomor 93 Tahun 2022, yang menyatakan bahwa dokumen tersebut bersifat rahasia dan tidak boleh disebarluaskan.
Menurut Hendra, TY memanfaatkan akses terhadap perangkat kerja Baznas sebelum resmi diberhentikan melalui Surat Pemutusan Hubungan Kerja Nomor 025 Tahun 2023 tertanggal 21 Januari 2023.
“Setelah tidak lagi menjabat, tersangka tetap menyimpan, memindahkan, dan menyebarluaskan data dari perangkat milik institusi ke perangkat pribadi, termasuk menggunakan laptop MacBook dan printer Epson,” ujarnya.
Barang bukti yang diamankan meliputi dua unit laptop, dokumen cetak kerja sama, tangkapan layar percakapan, serta dokumen laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan korupsi dana hibah Baznas senilai Rp11,7 miliar.
Atas perbuatannya, TY dijerat dengan Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU RI No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.