KPK Sita Tiga Rumah di Kota Surabaya Senilai Rp500 Miliar Kasus ASDP

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasang plang penyitaan terhadap delapan bidang tanah dan bangunan yang berlokasi di Kota Surabaya, Jawa Timur, pada pekan ini. Di antaranya, terdapat tiga rumah mewah yang diperkirakan bernilai sekitar Rp500 miliar.
“Tiga di antaranya adalah rumah yang berada di komplek perumahan mewah di Kota Surabaya yang ditaksir bernilai kurang lebih sebesar Rp500 miliar,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan dI jakarta, Minggu (25/5/2025).
Budi menjelaskan, delapan aset yang disita merupakan bagian dari total aset senilai Rp1,2 triliun yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi dalam proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada periode 2019–2022. Namun, Budi enggan memerinci aset lainnya yang turut disita.
“Delapan bidang tersebut merupakan bagian dari aset senilai Rp1,2 triliun yang pernah disita oleh KPK pada Desember tahun 2024,” katanya.
Ia menambahkan, aset yang telah disita akan dirampas untuk negara setelah putusan berkekuatan hukum tetap sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.
“Aset-aset tersebut diduga terkait perkara dimaksud dan akan dituntut untuk dirampas oleh negara guna pemulihan kerugian negara yang ditimbulkan dari perkara dimaksud,” kata Budi.
Sebelumnya, KPK telah menahan tiga mantan anggota dewan direksi PT ASDP Indonesia Ferry dalam kasus yang sama, yakni Ira Puspadewi (Direktur Utama periode 2017–2024), Harry Muhammad Adhi Caksono (Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020–2024), serta Muhammad Yusuf Hadi (Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024).
“KPK melakukan upaya paksa berupa penahanan terhadap tiga orang mantan dewan direksi PT ASDP, yaitu IP, MYH, dan HMAC,” ujar Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).
Budi menjelaskan, ketiga tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan hingga 4 Maret 2025 di Rutan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK. Adjie, pemilik PT JN, juga ditetapkan sebagai tersangka, namun belum hadir dalam pemeriksaan dengan alasan kesehatan.
Menurut Budi, perbuatan para tersangka menyebabkan kerugian keuangan negara yang nilainya mendekati Rp1 triliun.
“Atas perhitungan yang dilakukan, maka transaksi akuisisi PT JN oleh PT ASDP terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp893.160.000.000,00 (delapan ratus sembilan puluh tiga miliar seratus enam puluh juta rupiah),” ujar Budi.
Perkara Kasus PT ASDP Indonesia Ferry
Pada 2014, Adjie selaku pemilik PT JN menawarkan perusahaannya untuk diakuisisi oleh PT ASDP Indonesia Ferry. Namun, sebagian direksi dan dewan komisaris saat itu menolak karena kapal-kapal PT JN dinilai sudah tua, sedangkan ASDP memprioritaskan pengadaan kapal baru.
Pada awal 2018, setelah Ira Puspadewi diangkat sebagai Direktur Utama PT ASDP, Adjie kembali mengajukan tawaran akuisisi. Rencana ini dibahas dalam sejumlah pertemuan, termasuk di rumah Adjie, yang dihadiri oleh dirinya bersama Ira, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Pada 2019, PT JN mengajukan penawaran akuisisi secara tertulis kepada PT ASDP. Tawaran tersebut ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama usaha (KSU) tahun 2019–2020, yang kemudian diperpanjang hingga 2022.
Pada 26 Juni 2019, kedua pihak menandatangani nota kesepahaman (MoU) Nomor MOU.30/HK.102/ASDP-2019 dan NG.5/B/04/JN/VIDIR-19, yang ditandatangani oleh Ira Puspadewi dan Rudy Susanto selaku Direktur PT JN. Kemudian, pada 23 Agustus 2019, ditandatangani kontrak induk kerja sama usaha.
Pada 20 September 2019, Ira mengirim surat kepada Komisaris Utama PT ASDP untuk meminta persetujuan kerja sama usaha dengan PT JN Group. Namun, dalam surat tersebut tidak disebutkan rencana akuisisi. Dalam surat kepada Menteri BUMN pada 11 Oktober 2019, Ira menyampaikan bahwa ASDP sedang menjajaki akuisisi kapal dengan memulai kerja sama usaha terlebih dahulu. Kendati demikian, dewan komisaris tetap menolak rencana tersebut.
Dalam pelaksanaan KSU, ASDP memprioritaskan penggunaan kapal milik PT JN agar kinerja keuangan perusahaan tersebut terlihat layak untuk diakuisisi.
Pada 2020, setelah terjadi pergantian dewan komisaris, pembahasan akuisisi kembali dilakukan. Saat itu, PT ASDP belum memiliki pedoman internal terkait proses akuisisi. Ira kemudian memerintahkan timnya untuk menyusun draf keputusan direksi terkait akuisisi.
Rencana tersebut akhirnya dimasukkan ke dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020–2024 yang disahkan oleh dewan komisaris baru. RJPP tersebut mencantumkan rencana penambahan 53 kapal melalui kerja sama usaha.
Proses due diligence dilakukan sebelum Keputusan Direksi PT ASDP Nomor KD.30/HK.002/ASDP-2022 diteken pada 7 Februari 2022. Tim akuisisi juga melibatkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk melakukan valuasi sesuai permintaan direksi.
Namun, valuasi yang dilakukan KJPP MBPRU terhadap 53 kapal PT JN diketahui telah direkayasa agar mendekati harga yang diinginkan Adjie, yakni sekitar Rp2 triliun. Rekayasa dilakukan dengan menggunakan data usia kapal berdasarkan grosse akta dan builder’s certificate, yang berbeda dengan data IMO GISIS, di mana kapal-kapal PT JN ternyata banyak yang usianya lebih tua.
Setelah negosiasi, disepakati nilai akuisisi sebesar Rp1,272 triliun, terdiri dari Rp892 miliar untuk nilai saham (termasuk 42 kapal milik PT JN) dan Rp380 miliar untuk 11 kapal milik afiliasi. Manajemen baru PT JN juga menerima tanggungan utang perusahaan.
Transaksi ini dituangkan dalam Akta Jual Beli Saham Nomor 139 pada 22 Februari 2022. Berdasarkan perhitungan KPK, akuisisi tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp893,16 miliar.