KPK Periksa Bos PT Jembatan Nusantara atas Kasus ASDP

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil pemilik PT Jembatan Nusantara Group, Adjie untuk menjalani pemeriksaan hari ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan Adjie diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi, meski statusnya sudah tersangka atas kasus dugaan korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada 2019-2022.
“Selain Adjie, penyidik juga memanggil dua saksi lainnya, yakni Direktur PT Mahkota Pratama Cynthia Kurniawan Adjie dan seorang wiraswasta bernama Pinirin,” ujarnya, Jumat (9/5/2025).
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, namun Adjie hingga kini belum juga ditahan oleh penyidik, bahkan beberapa kali mangkir dalam proses penyidikan, termasuk pada Selasa (29/4/2025).
Sebelumnya, KPK telah menahan tiga mantan anggota dewan direksi PT ASDP Indonesia Ferry dalam kasus yang sama, yakni Ira Puspadewi (Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024), Harry Muhammad Adhi Caksono (Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020-2024), serta Muhammad Yusuf Hadi (Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024).
“KPK melakukan upaya paksa berupa penahanan terhadap tiga orang mantan dewan direksi PT ASDP, yaitu IP, MYH, dan HMAC,” ujar Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).
Budi menjelaskan, ketiga tersangka ditahan selama 20 hari ke depan, hingga 4 Maret 2025, di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur, Cabang Rutan KPK. Pemilik PT JN, Adjie, turut ditetapkan sebagai tersangka, namun belum hadir karena alasan kesehatan.
Menurut Budi, perbuatan para tersangka menimbulkan kerugian keuangan negara yang nilainya mendekati Rp1 triliun.
“Atas perhitungan yang dilakukan, maka transaksi akuisisi PT JN oleh PT ASDP terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp893.160.000.000 (delapan ratus sembilan puluh tiga miliar seratus enam puluh juta rupiah),” ujar Budi.
Konstruksi Perkara
Pada 2014, Adjie selaku pemilik PT JN menawarkan perusahaannya untuk diakuisisi oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Namun, sebagian direksi dan dewan komisaris menolak karena kapal-kapal PT JN dinilai sudah tua, sedangkan ASDP memprioritaskan pengadaan kapal baru.
Pada awal 2018, setelah Ira Puspadewi diangkat sebagai Direktur Utama PT ASDP, Adjie kembali mengajukan tawaran akuisisi. Rencana akuisisi dan KSU dibahas dalam sejumlah pertemuan, termasuk di rumah Adjie, yang dihadiri oleh Adjie, Ira, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Pada 2019, PT JN mengajukan penawaran akuisisi secara tertulis kepada PT ASDP. Penawaran ini ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama usaha tahun 2019–2020 yang diperpanjang hingga 2022.
Pada 26 Juni 2019, kedua perusahaan menandatangani nota kesepahaman (MoU) Nomor MOU.30/HK.102/ASDP-2019 dan NG.5/B/04/JN/VIDIR-19, ditandatangani oleh Ira Puspadewi dan Rudy Susanto, Direktur PT JN. Kemudian pada 23 Agustus 2019, ditandatangani kontrak induk kerja sama usaha.
Pada 20 September 2019, Ira mengirim surat kepada Komisaris Utama PT ASDP untuk meminta persetujuan kerja sama usaha dengan PT JN Group, namun tidak menyebutkan rencana akuisisi. Dalam surat kepada Menteri BUMN pada 11 Oktober 2019, Ira menyatakan bahwa ASDP sedang menjajaki akuisisi kapal dengan memulai KSU terlebih dahulu. Namun, Komisaris tetap tidak menyetujui rencana tersebut.
Dalam pelaksanaan KSU, ASDP memprioritaskan penggunaan kapal milik PT JN agar kinerja keuangan perusahaan tersebut terlihat layak untuk diakuisisi.
Pada 2020, usai pergantian dewan komisaris, pembahasan akuisisi kembali dilakukan. Saat itu, PT ASDP belum memiliki pedoman internal soal akuisisi. Ira lalu memerintahkan timnya untuk menyusun draf keputusan direksi terkait akuisisi.
Rencana akuisisi kemudian dimasukkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020–2024 yang disahkan dewan komisaris baru. RJPP ini mencantumkan rencana penambahan 53 kapal melalui kerja sama usaha.
Proses due diligence dilakukan sebelum Keputusan Direksi PT ASDP Nomor KD.30/HK.002/ASDP-2022 diteken pada 7 Februari 2022. Tim akuisisi juga melibatkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk melakukan valuasi sesuai permintaan direksi.
Namun, valuasi KJPP MBPRU terhadap 53 kapal PT JN diketahui telah direkayasa agar mendekati harga yang diinginkan Adjie, yaitu sekitar Rp2 triliun. Rekayasa tersebut dilakukan antara lain dengan menggunakan data usia kapal berdasarkan grosse akta dan builder’s certificate, yang berbeda dengan data dari IMO GISIS, di mana banyak kapal PT JN ternyata berusia lebih tua.
Setelah negosiasi, disepakati nilai akuisisi sebesar Rp1,272 triliun, terdiri dari Rp892 miliar untuk nilai saham (termasuk 42 kapal PT JN) dan Rp380 miliar untuk 11 kapal milik afiliasi. Manajemen baru PT JN juga menerima tanggungan utang perusahaan.
Transaksi ini dituangkan dalam Akta Jual Beli Saham Nomor 139 pada 22 Februari 2022. Berdasarkan perhitungan KPK, akuisisi tersebut menyebabkan kerugian negara sedikitnya Rp893,16 miliar.